Kamis, 30 April 2020

SURAT EDARAN tentang PELAKSANAAN PENGUMUMAN KELULUSAN KELAS XII TAPEL 2019/2020

SURAT EDARAN tentang PELAKSANAAN PENGUMUMAN KELULUSAN KELAS XII TAPEL 2019/2020


Selasa, 24 Maret 2020

Isra Mikraj, Virus Corona, dan Refleksi Diri

Isra Mikraj, Virus Corona, dan Refleksi Diri


Hari Jumat yang lalu, tepatnya tanggal 20 Maret 2020 kami agendakan perayaan Isra Mikraj Nabi Besar Muhammad saw. Proposal sudah di ACC oleh pihak sekolah dan persiapan sudah matang. Sayang beribu sayang kegiatan isra mikraj di sekolah kami gagal dilaksanakan setelah diterbitkannya surat edaran untuk belajar di rumah tanggal 16 Maret lalu. Surat edaran itu diterbitkan untuk mengantisipasi semakin merebaknya virus corona yang saat ini menjadi pandemi global. Satu dari agenda kegiatan kami pun gagal.

Siswa yang semula sudah mengetahui agenda kami juga ikut menyayangkan gagalnya kegiatan isra mikraj. Lantas mau bagaimana lagi, kami juga harus memerhatikan kemaslahatan bersama.

Sebenarnya, urungnya peringatan isra mikraj bulan ini bukan di sekolah kami saja. Dari masjid dan mosalla yang biasa merayakan isra mikraj tidak terdengar pengumuman akan mengadakan peringatan.  Bahkan, di Masjid Jami' di pusat kota juga tidak terdengar informasi kalau akan mengadakan isra mikraj. Toa masjid kali ini sepi dari pengumuman isra mikraj.

Lalu hikmah  apa sebenarnya yang dapat diambil dari kejadian ini?

Menyikapi kejadian ini, refleksi diri kita pandang perlu untu dilakukan. Mari kita tarik mundur ke belakang, tepatnya satu tahun yang lalu kita masih bisa memperingati isra mikraj  bersama-sama, menghadiri pengajian dan menyimak ceramah kiai. Selain itu, pawai obor dan selawat kita dengar saat malam isra mikraj. Namun, saat ini situasi tidak memungkinkan. Barangkali saat ini adalah waktunya kita mengaji sendiri hidup kita melalui peristiwa isra mikraj dan pandemi virus corona ini. Saat ini kita diberi kesempatan untuk bertafakur melebur diri dalam kesunyian malam. Saat ini kita diberi kesempatan beribadah secara pribadi dan bersama keluarga dengan sebaik-baik ibadah dan dengan sebaik-baik pendekatan.

Refleksi diri dapat dilanjutkan pada tahun terjadinya peristiwa isra mikraj sendiri. Peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai hadiah yang diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengobati kesedihan Nabi. Tahun tersebut memang disebut sebagai tahun kesedihan karena wafatnya dua orang yang disegani dan disanyangi Nabi, yaitu Abu Thalib dan Khadijah.

Peristiwa isra mikraj terjadi dalam waktu satu malam. Perjalanan dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan kemudian dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dapat diproyeksikan sebagai hubungan horizontal dan vertikal. Secara horizontal melambangkan hubungan sosial dan vertikal melambangkan hubungan dengan Allah Swt. Di dalam peristiwa isra mikraj itulah Nabi Muhammad saw. mendapatkan perintah untuk melaksanakan salat lima waktu.

Dalam menghadapi pandemi virus corona saat ini, menggali hikmah dari isra mikraj dapat memberikan motivasi tersendiri. Tahun ini boleh kita  anggap sebagai tahun kesedihan karena saat ini secara global menghadapi pandemi virus corona. Di tahun kesedihan ini pula kita dapat menanamkan keyakinan bahwasanya setelah ini akan ada kemudahan sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Swt. dalam surat Al-Insyirah ayat 6 "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan". Keyakinan yang dibangun tentu harus diiringi dengan kesabaran agar lebih dekat dengan Allah.

Pandemi virus corona ini juga dapat kita anggap sebagai ujian keimanan dan ketakwaan kita. Ujian sebagaimana anak sekolah sebelum keputusan kenaikan tingkat. Kualitas hasil ujian yang baik akan menghasilkan kemuliaan di sisi Allah Swt. Dari dimensi sosial, kita dapat mengaji diri, sudahkah kita tolong menolong dalam kebaikan dan tidak tolong menolong dalam kemungkaran. Mengeja dan mengajar diri sendiri sebelum mengeja dan mengajar orang lain dan kehidupan. Bersama keluarga, inilah kesempatan kita untuk membangung kedekatan interpersonal dan membungkusnya dengan kegiatan-kegiatan edukatif. Kegiatan yang membangun kesadaran kognitif, psikomotorik, sikap dan spiritual.

Selanjutnya, dalam menghadapi pandemi virus  corona ini mari kita kembali kepada Allah Swt.  Melalui peristiwa isra mikraj, kita diperintahkan untuk melaksanakan salat. Salat sebagai jalan kembali kepada Allah Swt. dan sebagai bentuk penghambaan dengan sebanar-benarnya hamba. Dengan kesadaran penuh seorang hamba, salat menjadi sebuah solusi dalam setiap permasalahan. Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46).

Salat sebagaimana telah disebutkan di atas adalah bentuk penghambaan sejati, sebentuk doa dan munajat yang indah. Salat adalah bentuk ketundukan dan kepatuhan kita kepada Allah Swt., sebagai pembuktian bahwa kita akan melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa yang telah dilarang. Hadirnya virus corona dapat dijadikan pendukung untuk pendekatan kepada Sang Pencipta, pendukung untuk bermesraan dengan-Nya.

Sekian

Minggu, 22 Maret 2020

SKEMA PEMBELAJARAN DARING SMA PLUS MIFTAHUL ULUM

SKEMA PEMBELAJARAN DARING SMA PLUS MIFTAHUL ULUM


Minggu, 08 Maret 2020

Membandingkan Penyebaran Virus Corona dan Virus Membaca

Membandingkan Penyebaran Virus Corona dan Virus Membaca



Akhir-akhir ini bahkan sampai sekarang, masyarakat Indonesia dibuat panik dan takut oleh virus corona atau Covid-19. Virus yang berasal dari China, tepatnya Kota Wuhan ini telah menelan lebih dari tiga ribu korban jiwa. Di Indonesia sendiri empat orang dinyatakan suspect corona dan sekarang masih dalam perawatan. Penyebarannya yang begitu cepat ke beberapa negara telah menjadi ancaman serius.

Pernyataan di atas hanyalah suatu pengantar agar kita membayangkan dalam tempo dua bulan virus corona telah menyebar dengan cepat dan menelan korban. Selanjutnya mari kita komparasikan dengan virus membaca, lalu bayangkan bagaimana jika seandainya virus membaca menjangkiti setiap penduduk Indonesia sama cepatnya dengan penyebaran virus corona. Maka, tidak ayal lagi negara ini akan mengalami peningkatan indeks literasinya.

Memang rasanya kurang pas membandingkan dua virus yang kontras ini, yang satu ditanggulangi penyebarannya dan satunya lagi diusahakan menyebar tetapi marilah kita lihat dari sisi yang berbeda. Sejauh ini, segala bentuk upaya dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menanggulangi penyebaran virus corona. Mulai dari edukasi penanggulangan virus corona, sampai pada pelarangan dan penutupan perjalanan ke beberapa negara.

Dalam usaha penyebaran virus membaca, pemerintah juga telah berusaha meningkatkan indeks literasi membaca penduduknya. Bahkan, usaha ini pun sudah lama dilakukan. Bisa dilihat salah satu usaha pemerintah, yaitu dicetuskannya gerakan literasi nasional pada tahun 2016 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Gerakan literasi nasional kemudian dipecah menjadi tiga bagian, yaitu gerakan literasi keluarga, gerakan literasi sekolah dan gerakan literasi masyarakat.

Lain usaha pemerintah, lain pula usaha pemerhati dan penggiat literasi dalam menyebarkan virus membaca. Dewasa ini, kepedulian terhadap pentingnya membaca menumbuhkan semangat pemerhati dan penggiat literasi baik yang mandiri maupun komunitas. Oleh karenanya dapat kita jumpai saat ini penggiat literasi mandiri menjajakan buku dengan mobil literasi, kuda literasi, dan perahu literasi. Sementara itu, penggiat literasi komunitas mendirikan taman bacaan masyarakat yang dikelola oleh sukarelawan.

Lalu pertanyaanya sekarang, bagaimana peningkatan literasi membaca penduduk Indonesia setelah virus-virus membaca telah disebarkan secara nasional beberapa tahun yang lalu? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita tarik dulu ke belakang mengingat kejadian-kejadian penting dalam usaha pemerintah membumikan virus membaca di negara kita.

Sebelum booming-nya istilah literasi, ada istilah buta aksara yang ditujukan untuk mereka yang tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis. Keadaan ini disadari oleh pemerintah dan kemudian berusaha mengatasinya sehingga muncullah istilah pemberantasan buta aksara. Usaha pemberantasan buta aksara tersebut dikeluarkan dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres). Pada tahun 1973, Presiden Suharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar. Dikeluarkannya Instruksi Presiden tersebut memberi dampak yang signifikan dimana anak-anal mulai masuk ke sekolah. Selanjutnya pada tahun 1984, Presiden Suharto mencanangkan program wajib belajar enam tahun, yang kemudian disusul lagi pencanangan wajib belajar sembilan tahun pada tahun 1994. Pada tahun 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turut mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan  Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

Usaha yang dilakukan pemerintah secara terus menerus hingga saat ini telah membuahkan hasil. Pada tahun 2015 yang lalu mengutip dari laman gln.kemdikbud.go.id, angka penduduk buta aksara sebanyak 5,6 juta orang atau 3,4 persen. Selanjutanya, masih dari sumber yang sama, pada tahun 2018 berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS jumlah penduduk buta aksara telah berkurang menjadi 1,93% atau sebanyak 3,29 juta orang. Tentu kabar ini merupakan kabar gembira bagi kita semua bahwasannya penduduk Indonesia telah melek huruf.

Melihat peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2015, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kemudian mengeluarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 di samping terus melakukan pemberantasan buta aksara. Salah satu bunyi dari peraturan tersebut adalah membiasakan membaca buku non pelajaran selama lima belas menit sebelum pembelajaran dimulai. Dari situ dapat dilihat transformasi gerakan yang awalnya pemberantasan buta aksara menuju habitus membaca.

Transformasi pemberantasan buta aksara menuju habitus membaca memiliki tantangan. Tantangan tersebut bisa datang dari dalam diri seperti malas membaca, membaca adalah pekerjaan membosankan, dan membaca pekerjaan anak kecil. Tantangan dari dapatlah kita merujuk pada penelitian Lukman Sholihin, dkk (2019) tentang Indeks Iiterasi Membaca 34 Provinsi menunjukkan bahwa aktivitas literasi membaca nasional tergolong rendah. Penelitian tersebut melihat dari empat aspek, yaitu aspek kecakapan, dimensi akses, dimensi alternatif, dan dimensi budaya. Dari keempat aspek tersebut, aspek dimensi akses dan dimensi budaya yang banyak memengaruhi rendahnya literasi membaca penduduk. Dimensi akses dapat kita lihat bersama dimana akses terhadap buku belum sepenuhnya merata. Di kota sudah terbantu dengan adanya toko buku, taman bacaan, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan umum. Sementara itu, di desa atau di pelosok masih minim akses untuk membaca.

Dari uraian di atas kita dapat membandingkan dan menyimpulkan bahwa penyebaran virus corona dan virus membaca. Virus corona dalam waktu dua bulan lebih telah menjadi ancaman serius berbagai negara termasuk Indonesia. Terus bertambahnya jumlah korban telah membuat panik dan takut hingga penduduk Indonesia jauh-jauh hari telah memborong masker dan handsanitaizer. Dampaknya pun cukup meluas ke berbagai sektor, seperti pendidikan, ekonomi, bisnis, wisata dan lain-lain.

Virus membaca yang telah lama disebarkan – mulai dari pemerintahan presiden pertama sampai sekarang - masih menemui tantangan besar. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat masih perlu menjawab pernyataan UNESCO dan hasil survey PISA. Pernyataan UNESCO yang menunjukkan dari seribu penduduk Indonesia hanya satu yang rajin membaca dan survey PISA tahun 2018 tentang kemampuan membaca yang menunjukkan Indonesia berada pada urutan ke tujuh dari bawah dari tujuh puluh delapan negara tidaklah membuat panik atau takut banyak kalangan. Kita tidak buru-buru pergi ke toko, perpustakaan, dan taman bacaan untuk membeli masker yang berupa buku, majalah, koran dan sumber bacaan lainnya untuk menanggulangi kejadian ini. Seolah hal menjadi jamak di masyarakat Indonesia. Padahal virus corona dapat kita tanggulangi dengan literasi, mulai dari membaca, kemudian menganalisis, menyintesis, mengevaluasi sampai pada tahap pengambilan keputusan untuk menanggulangi virus corona.

Artikel ini juga telah tayang di:
https://www.kompasiana.com/lutfitongar/5e6479a5097f364d03724b02/membandingkan-penyebaran-virus-corona-dan-virus-membac

Rabu, 04 Maret 2020

HARI KETIGA TAMU SPECIAL USP-BKS

HARI KETIGA TAMU SPECIAL USP-BKS

HARI KETIGA TAMU SPECIAL USP-BKS




Hari ketiga USP-BKS Rabu, 4 Maret 2019 SMA Plus Miftahul Ulum dedatangan tamu special Kepala Cabang Dinas Provinsi Wilayah Kabupaten Sumenep Bapak Drs. Sugiono Eksantoso, MM, tanpa ada konfirmasi ke pihak sekolah, beliau juga di damping oleh stafnya Bapak Saiful Bahri, S.An.

Dalam kunjungannya beliau meninjau dan memonitoring pelaksanaan USP-BKS dan memastikan pelaksanaan terebut berjalan dengan lancar. Ketika masuk keruangan di Lab 1 beliau memberikan motifiasi terhadap peserta agar mengerjakannya secara hati-hati dan cermat dalam menjawab soal USP-BKS, dan juga mendorong siswa agar melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah lulus dari sekolah menangah.

Setelah memantau pelaksanaan USP-BKS beliau juga memberikan motivasi dan memberikan gambaran kepada Kepala Sekolah Ibu Rumzil Azizah, S.Pdi bahwa sekolah ke depan tantangannya semakin berat baik peningkatan kompetensi kepala sekolah, guru dan siswa, selain itu juga beliau menyampaikan bahwa sekolah yang tidak meningkatkan mutunya akan tersisihkan dengan sendirinya dalam artian mengurangnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah tersebut. 

FORMAT PENILAIAN USP-BKS 2019/2020

https://drive.google.com/file/d/1ZQipsdekDBtM3P0r1c0khelovsEEYEY4/view?usp=sharing