Jumat, 03 Oktober 2025

Ketika Kebaikan Dilupakan, Ingatlah Rasulullah

Ketika Kebaikan Dilupakan, Ingatlah Rasulullah

Gambar ilustrasi

Di suatu pagi di kelas X, pak Latif menuliskan angka 1 sampai 10 di papan tulis. Pada barisan terakhir, beliau sengaja menulis:

9 + 1 = 11.

Spontan murid-murid tertawa, sebagian menunjuk ke papan sambil berkata,

“Pak Latif salah! Itu bukan 11, seharusnya 10.”

Pak Latif tidak marah. Beliau tersenyum dan menatap murid-muridnya dengan tenang.

“Kalian benar, satu jawaban saya salah. Tapi lihatlah, sembilan jawaban sebelumnya benar, dan tidak seorang pun dari kalian yang memujinya. Kalian hanya fokus pada satu kesalahan.”

Kelas pun hening. Beberapa murid mulai menyadari maksud pak Latif.

“Anak-anakku,” lanjut Pak Latif, “begitulah hidup. Manusia sering lupa akan banyaknya kebaikan yang kita lakukan, lalu mengingat satu kesalahan kecil. Tapi janganlah kita berhenti berbuat baik hanya karena celaan. Ingatlah, Allah-lah yang menilai seluruh amal kita, bukan manusia.”

Sejenak pak Latif terdiam, lalu melanjutkan kisah,

“Rasulullah pun pernah menghadapi hal serupa. Beliau dikenal dengan gelar Al-Amin karena jujur dan amanah. Semua orang mempercayainya. Namun, ketika beliau menyampaikan risalah Islam, sebagian orang langsung menolak dan mencaci, seolah-olah semua kebaikan beliau hilang begitu saja. Tetapi apakah Rasulullah berhenti berbuat baik? Tidak. Beliau tetap sabar, tetap jujur, tetap penuh kasih, karena yang beliau cari bukanlah pujian manusia, melainkan ridha Allah.”

Murid-murid tertegun mendengarnya. Mereka sadar, bahwa teladan Nabi adalah jawaban nyata atas pelajaran kecil dari papan tulis itu.

Pak Latif akhirnya menutup pelajaran dengan lembut,

“Jangan gentar dengan ejekan, jangan berhenti berbuat baik karena celaan. Jika Rasulullah saja tetap tegar menghadapi cemoohan, apalagi kita yang hanya murid-muridnya. Jadikan hidup ini ladang kebaikan, meski manusia kadang lupa menghitungnya.”


_writing by Rumzil Azizah_

Minggu, 28 September 2025

Syafaat Sang Rasul

Syafaat Sang Rasul

 


Sang Sosok yang Mulia

Berada di gelap
Ingin mencari seorang yang bisa menuntunku
Tapi aku hanya bisa diam saja
Takut akan gelap
Ingin berjalan tapi aku takut tersesat
Di saat aku ingin menyerah
Di sana aku lihat sebuah cahaya
Yang sangat terang benderang
Sampai semangat ini kembali lagi

Tapi kenapa cahayanya semakin terang
Sampai aku bisa melihatnya
Tidak takut lagi untuk berjalan
Kulihat sosok di dalam cahaya itu
Ia sangat berbicara
Dan ia sangat terkenal, mulia dan namanya selalu diucapkan
Aku pun bertanya pada diriku
Siapakah sosok cahaya itu?
Sampai namanya ada di arsy-Nya Allah
Aku mendengar dari seseorang
Dia bertanya kepadaku
Apakah kau tahu sosok cahaya itu
Tidak kataku
Dia lahir di kota yang mulia dan nasab-nya mulia

Syafaat Yang Diharapakan

Ditinggal ayah dan ibunya saat kecil
Tidak pernah berbohong dan selalu menjaga amanah,
sampai malaikat, hewan, bebatuan, pepohonan, dan Tuhannya mengucapkan salam padanya.
“Apakah kamu tahu namanya?”

Ya, aku tahu.
Ia adalah Muhammad bin Abdullah.
Di situ aku bertanya:
“Apakah itu benar-benar sosok yang kucari?”
Di situ aku langsung menangis.
Sudah bertahun-tahun aku berada dalam kegelapan, akhirnya aku telah menemukan seseorang yang bisa menuntunku ke jalan yang benar.
Wahai Rasulullah, engkaulah yang kucari selama ini.

Engkau adalah sosok yang diciptakan Tuhan,
yang memberikan syafaat nanti.
Kau rela sakit demi umatmu.
Ya Rasulullah, apakah seorang pendosa sepertiku
bisa mendapatkannya syafaatmu nanti?


Karya: K. A. Fauzi N

Jumat, 26 September 2025

Ya Rasulullah, Syair Kerinduan

Ya Rasulullah, Syair Kerinduan

 


Untukmu 1400 tahun yang lalu

Detik meniti waktu tua yang berputar
Jam beradu perlahan mengikis masa
Deru nafas yang kian menipis menggerogoti jiwa
Meninggalkan raga waktu lampau yang terlupa

Puisi indah bersyair sastra
Kalah pada rupa dicipta penguasa alam
Mentari malu pada sinar diri
Karena dirimu hai kekasih Allah

Untukmu 1400 tahun yang lalu
Telah pergi meninggalkan duka dan rindu dalam sendu
Raga yang tak dilihat netra semesta
Namun jiwa di sisi para umat yang merindu berada

Ya Rasulullah…
Jasad memang tak pernah bersapa temu
Tapi hati tahu pada semu hangat dirimu

Ya Rasulullah…
Izinkan bertemu walau dalam pejam mata di gelap malam
Agar diri terobat dalam penjara rindu yang tak tertahan


Senandung Rindu

Alunan sendu di masa lampau
Pada titian waktu di relung pikiran
Mainan syahdu kerinduan mengecap fana
Dirimu kekasih sejuta umat penikmat surga

Malam secerah fajar karena lahirnya engkau
Rembulan bersinar ditemani taburan bintang
Merayakan hadirnya kekasih Allah
Rasulku sang pembawa syafa’at

Membawa rasa pada rupa yang tak pernah berjumpa
Lahirnya membawa resah pada mereka
Namun kepergianmu membawa duka yang tak bisa terobati
Rangkaian kata aksara penenang
Kalah pada seruan rindu yang tak terjawab

Ya Rasulullah… Maulid kami rayakan
Hanya karena hati sudah tak dapat menahan rasa
Seuntai kata diucapkan
Tapi fana hanya ingin engkau hadir di malam raya
ragu dan takut di alam sadar
Hanya karena seruan rindu tak kau acuhkan

Ya Rasulullah…
Bisakah engkau hadir dalam rayamu?
Meskipun itu rupa asing dalam bayang


Seruan Rindu Tertahan

Dalam gelapnya malam di bisingnya alam
Bulan sabit hadir dengan terangnya sinar
Membawa rasa mengusir nestapa
Pada bumi di gemerlapnya rembulan

Bulan kemerdekaan yang begitu meriah
Hadir dengan kelahiran sang pembawa kabar gembira
Denyut semesta menghanyutkan lara
Menyenandungkan syair nada bagi sang pecinta

Alunan beralun dalam kalbu para perindu
Menyebut namamu ya Rasulullah
Relung rindu yang disimpan rapi dalam diri
Pecah karena engkau yang kami rindui

Sendunya cakra menjadi puisi
Bercerita pada engkau sang abadi hati
Tak ada duka yang kami tampaki
Agar kau tahu bahwa di sini kami menanti


Ditulis oleh : Nur Azizah Asura Baihaki

Kamis, 25 September 2025

Maulidur Rasul sebagai Lentera Hati: Dari Maaf Lahirlah Berkah dan Rezeki

Maulidur Rasul sebagai Lentera Hati: Dari Maaf Lahirlah Berkah dan Rezeki


Why?

Setiap manusia menginginkan hidup yang lapang, rezeki yang lancar, dan urusan yang dimudahkan. Namun sering kali kita lupa bahwa keberkahan hidup tidak hanya ditentukan oleh kerja keras, tetapi juga oleh kebeningan hati. Di tengah kehidupan bangsa yang penuh perbedaan, gesekan sosial, dan tantangan zaman, sikap memaafkan menjadi kunci yang sering terabaikan. Tanpa sifat ini, hati terbelenggu dendam, energi habis untuk konflik, dan keberkahan pun menjauh. Karena itu, Maulidur Rasul adalah momentum tepat untuk kembali menyalakan lentera hati melalui teladan beliau dalam memaafkan.

What? 

Allah berfirman:

وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۗ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

(QS. النور: 22)

“Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Tidakkah kamu ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Rasulullah ﷺ mencontohkan hal ini saat Fathul Makkah, ketika beliau memberi maaf kepada kaum Quraisy yang dahulu memusuhi beliau, seraya berkata:

«ٱذْهَبُوا فَأَنْتُمُ ٱلطُّلَقَاء»

“Pergilah kalian, kalian semua bebas.”

Beliau juga bersabda:

«وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا»

(HR. مسلم)

“Allah tidak menambah bagi seorang hamba yang suka memaafkan kecuali kemuliaan.”

Bahkan Rasulullah ﷺ menegaskan tentang dirinya:

«إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ»

(HR. الحاكم، البيهقي)

“Sesungguhnya aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan.”

Inilah makna dari firman Allah:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَـٰلَمِينَ

(QS. الأنبياء: 107)

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

Imam Ibn Kathir menjelaskan bahwa siapa saja yang menerima risalah Nabi, ia akan mendapatkan rahmat di dunia dan akhirat. Sebaliknya, siapa yang menolak, ia telah menutup dirinya dari rahmat itu.

Rahmat ini tercermin pula dalam riwayat sahabat Jarir bin ‘Abdillah al-Bajali ra. yang berkata:

«مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ، وَلاَ رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي»

(رواه البخاري)

“Sejak aku masuk Islam, Rasulullah ﷺ tidak pernah menghalangi aku (untuk menemuinya), dan beliau tidak pernah melihatku kecuali selalu tersenyum kepadaku.”

How?

Sifat memaafkan dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan langkah sederhana: tidak membalas keburukan dengan keburukan, memilih meredam konflik daripada memperbesar masalah, serta membiasakan senyum sebagai wujud keramahan, sebagaimana Rasulullah ﷺ selalu tersenyum kepada sahabatnya. Dalam konteks berbangsa, sikap pemaaf dan lapang dada akan membuat perbedaan politik tidak berubah menjadi permusuhan, kritik tidak berubah menjadi kebencian, dan keragaman tetap menjadi kekuatan. Dengan begitu, keberkahan rezeki dan ketenangan hidup akan lebih mudah diraih, baik oleh individu maupun oleh bangsa secara kolektif.

What Next?

Maulidur Rasul adalah kesempatan untuk memperbaharui hati. Mari kita jadikan sifat sabar, pemaaf, dan lapang dada sebagai budaya hidup. Mulailah dari hal kecil: memaafkan keluarga, tetangga, dan sahabat, lalu meluas menjadi etika sosial dan sikap kebangsaan. Jika teladan Nabi benar-benar hidup dalam diri kita, insyaAllah keberkahan rezeki akan mengalir, hati menjadi tenang, dan Indonesia tetap berdiri kokoh di bawah rahmat Allah.

Sesungguhnya, di balik Maulid Nabi terdapat pesan abadi yakni beliau adalah rahmat yang dihadiahkan dan siapa yang menyalakan cahaya itu dalam dirinya, akan hidup dalam keberkahan dunia dan akhirat.


_writing by Rumzil Azizah_

Selasa, 23 September 2025

Merajut Kebhinekaan Lewat Lagu Tradisional, Siswa XI SMAS Plus Miftahul Ulum Tampil Memukau

Merajut Kebhinekaan Lewat Lagu Tradisional, Siswa XI SMAS Plus Miftahul Ulum Tampil Memukau

 


SUMENEP – Suasana berbeda tampak di SMAS Plus Miftahul Ulum saat siswa kelas XI menampilkan berbagai lagu tradisional dari seluruh Nusantara dalam rangkaian Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila bertema Bhinneka Tunggal Ika.

Projek ini mengangkat kekayaan musik daerah sebagai sarana mempererat persatuan. Beberapa lagu yang ditampilkan di antaranya “Yamko Rambe Yamko” dari Papua, “Bungong Jeumpa” dari Aceh, “Ampar-Ampar Pisang” dari Kalimantan Selatan, serta “Ilir-Ilir” dari Jawa Tengah.

Siti Aliyah, ketua projek kelas XID, mengungkapkan rasa bangganya dapat terlibat langsung dalam kegiatan ini. “Saya senang sekali bisa memperkenalkan kebudayaan daerah lewat lagu tradisional. Ini pengalaman berharga karena kami bisa belajar, menghargai, sekaligus melestarikan budaya Indonesia,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Fitriyana Nur Jannah, siswi kelas XID. Ia menilai projek ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memberikan manfaat besar bagi siswa. “Menurut saya, projek ini sangat bermanfaat untuk semuanya. Kami jadi tahu bahwa setiap lagu punya makna dan nilai kehidupan yang bisa kita ambil,” tuturnya.

Selain menyanyi, beberapa kelompok siswa juga menambahkan penampilan dengan busana khas daerah sehingga suasana semakin meriah dan penuh warna. Hal ini memperkuat pesan bahwa meski berbeda latar budaya, para siswa dapat tampil kompak dan harmonis.

Pihak sekolah memberikan apresiasi atas kreativitas siswa. Projek ini dianggap sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam menanamkan semangat persatuan, gotong royong, serta rasa cinta tanah air.

Kegiatan yang dikemas sederhana namun penuh makna ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas bangsa serta memperkokoh semangat Bhinneka Tunggal Ika di kalangan generasi muda.

Senin, 22 September 2025

Memaknai Rujakan dalam Bingkai 8 Dimensi Profil Lulusan

Memaknai Rujakan dalam Bingkai 8 Dimensi Profil Lulusan

Rujakan membangun kebersamaan

Budaya lokal sering kali menyimpan kearifan yang tidak hanya bernilai sosial, tetapi juga mendukung pendidikan karakter. Salah satunya adalah tradisi rujakan, yaitu kegiatan makan rujak secara bersama-sama. Bagi masyarakat Jawa dan Madura, rujakan bukan sekadar kuliner, melainkan simbol kebersamaan, kegembiraan, dan penghormatan terhadap kearifan lokal. Jika dimaknai lebih dalam, rujakan dapat dihubungkan dengan 8 dimensi profil lulusan, sehingga menjadi media edukatif yang sarat nilai.

1. Spiritual-Keagamaan

Rujakan biasanya diawali dengan doa bersama sebagai bentuk syukur atas rezeki yang diberikan Allah SWT. Tradisi ini menanamkan kesadaran spiritual bahwa makanan yang sederhana pun patut disyukuri. Dengan demikian, siswa terbiasa menempatkan nilai agama sebagai dasar dalam setiap aktivitas.

2. Moral dan Akhlak

Dalam rujakan, setiap orang diajarkan untuk berbagi, menghormati teman, dan tidak rakus ketika mengambil bagian. Nilai moral ini membentuk akhlak mulia berupa kesopanan, kerendahan hati, serta kesadaran untuk menghargai hak orang lain.

3. Kebangsaan dan Nasionalisme

Rujakan adalah bagian dari kekayaan budaya Nusantara. Melestarikan rujakan berarti turut menjaga identitas bangsa. Melalui kegiatan ini, siswa dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal sebagai bagian dari jati diri Indonesia.

4. Keilmuan dan Literasi

Kegiatan rujakan dapat menjadi media belajar. Siswa bisa mengenal aneka jenis buah, memahami kandungan gizi, dan mengaitkannya dengan pelajaran sains. Selain itu, rujakan juga bisa dipakai sebagai bahan pengayaan literasi budaya dan bahasa melalui cerita rakyat atau peribahasa yang terkait dengan buah-buahan.

5. Keterampilan Hidup

Membuat rujak membutuhkan keterampilan praktis: mulai dari mengupas, mengiris buah, mengulek bumbu, hingga menyajikannya. Semua itu melatih kecakapan hidup sederhana yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

6. Kreativitas dan Estetika

Rujakan sarat nilai seni. Perpaduan warna buah yang beragam serta harmoni rasa manis, pedas, dan asam melatih siswa mengapresiasi keindahan. Mereka juga terdorong untuk berkreasi dalam penyajian, menumbuhkan kreativitas yang selaras dengan nilai estetika.

7. Sosial dan Kepedulian

Rujakan selalu dilakukan secara berkelompok. Suasana ini melatih interaksi sosial, kerjasama, dan empati. Siswa belajar membangun kebersamaan tanpa membedakan latar belakang, sehingga memperkuat solidaritas sosial.

8. Kemandirian dan Tanggung Jawab

Proses rujakan menuntut kemandirian dalam menyiapkan bahan, menjaga kebersihan, hingga menyelesaikan kegiatan dengan tertib. Hal ini menanamkan tanggung jawab, disiplin, serta kesadaran untuk menuntaskan pekerjaan secara mandiri.

Rujakan, jika dipahami lebih jauh, bukan hanya aktivitas makan bersama, melainkan sarana pendidikan karakter yang kontekstual. Melalui rujakan, 8 dimensi profil lulusan dapat diinternalisasikan secara alami: mulai dari spiritualitas hingga tanggung jawab. Dengan demikian, pelestarian tradisi lokal seperti rujakan dapat menjadi strategi inovatif dalam pendidikan karakter sekaligus penguatan identitas bangsa.