Minggu, 19 Oktober 2025

Ketakziman di Era Digital: Santri, Kiai, dan Pertarungan Makna di Tengah Arus Modernisasi

Ketakziman di Era Digital: Santri, Kiai, dan Pertarungan Makna di Tengah Arus Modernisasi

Gambar ilustrasi (bincangsyariah.com) 

Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi ruang pembentukan karakter, akhlak, dan peradaban. Di balik temboknya yang sederhana, tumbuh nilai luhur: ketakziman santri kepada kiai. Namun di era digital, tradisi ini dihadapkan pada sorotan, kritik, bahkan pergeseran makna.

Dalam tradisi pesantren, kiai bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual dan moral. Santri tidak hanya belajar dari kata-kata, tetapi dari keteladanan. Dalam setiap gerak-gerik kiai, tersimpan pelajaran tentang keikhlasan, kesederhanaan, dan kesabaran.

Ketakziman adalah napas santri. Rasa hormat itu diekspresikan dalam banyak bentuk: menundukkan kepala saat berjalan di hadapan kiai, mencium tangan, tidak berbicara keras, hingga meminta izin dalam hal kecil. Bagi santri, adab lebih tinggi daripada ilmu.

Namun di era media sosial, nilai itu menghadapi ujian. Beberapa waktu lalu, viral video sekelompok santri yang merangkak mendekati kiai sambil mencium kaki beliau. Sebagian publik menilai adegan itu sebagai bentuk tawadhu‘ luar biasa. Sebagian lain menyebutnya “berlebihan” dan “tidak kontekstual”.

Tak hanya itu, publik kini juga lebih kritis terhadap gaya hidup sebagian kiai yang dinilai tidak lagi mencerminkan kesederhanaan. Mobil mewah, pakaian eksklusif, dan rumah megah menjadi bahan perbincangan hangat di media.

Sementara itu, bagi sebagian santri muda, media sosial juga menjadi ruang ekspresi baru. Mereka mengunggah konten tentang kehidupan pesantren: mulai dari kegiatan mengaji, kisah harian di asrama, hingga momen berinteraksi dengan kiai. Namun tanpa disadari, adab digital menjadi tantangan tersendiri.

Santri generasi baru tumbuh di tengah informasi cepat dan budaya kritis. Mereka menghormati kiai, namun juga memiliki kesadaran akan batas otoritas.

Pendekatan ini menunjukkan pergeseran makna adab: dari kepatuhan absolut menuju hubungan saling menghargai dan dialogis. Banyak pesantren kini mulai membuka ruang musyawarah antara santri dan pengasuh agar nilai-nilai tradisi tetap hidup tanpa kehilangan konteks zaman.

Fenomena viralitas ketakziman juga menyentuh persoalan lebih dalam: krisis keteladanan. Ketika kiai tidak lagi tampil sederhana, ketika pesantren terlibat politik praktis, atau ketika kekerasan terjadi di balik dalih “pendidikan keras”, maka makna ketakziman tercederai.

Data dari Komnas Perlindungan Anak (2024) menunjukkan bahwa laporan dugaan kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan berbasis agama meningkat 17% dalam dua tahun terakhir. Walaupun sebagian besar pesantren tetap menjaga tradisi luhur, kasus-kasus seperti ini mengikis kepercayaan publik terhadap figur keagamaan.

Kesantrian sejatinya bukan tentang bentuk luar, tetapi isi hati: tawadhu‘, kejujuran, dan kesadaran spiritual. Ketakziman tidak harus kehilangan makna di tengah dunia modern; tapi justru perlu dihidupkan kembali dalam bahasa yang dipahami generasi kini.

Di tengah hiruk-pikuk digital, pesantren tetap menjadi oase adab dan ilmu. Namun keseimbangan antara tradisi dan realitas harus terus dijaga. Karena ketakziman sejati bukan soal tunduk tanpa pikir, melainkan taat dengan kesadaran.

Ketakziman santri kepada kiai adalah warisan yang melampaui generasi. Ini merupakan jembatan antara ilmu dan akhlak, antara tradisi dan modernitas.

Namun seperti air yang mengalir, nilai luhur ini perlu wadah baru agar tetap segar: dalam media, dalam pendidikan, dan dalam perilaku.

Jika santri belajar menghormati dengan cerdas, dan kiai memimpin dengan teladan, maka pesantren akan terus menjadi cahaya bukan hanya bagi masa lalu, tapi juga bagi masa depan bangsa.


Oleh: Aisyah Fiyanti, S.Pd.

Minggu, 12 Oktober 2025

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Antusias Ikuti Workshop dan Lomba Film Pendek Kominfo Sumenep

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Antusias Ikuti Workshop dan Lomba Film Pendek Kominfo Sumenep

Lima siswa SMAS Plus Miftahul Ulum ikuti workshop film pendek


Sumenep, 12 Oktober 2025 – Lima siswa SMAS Plus Miftahul Ulum dengan penuh semangat mengikuti kegiatan “From Roots to Reels: Workshop & Short Film Competition” yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Sumenep. Kegiatan ini mengangkat tema “Dari Akar Tradisi Menuju Layar Digital” dan bertujuan menumbuhkan kreativitas generasi muda dalam mengangkat nilai-nilai budaya lokal melalui karya film pendek.

Peserta dari SMAS Plus Miftahul Ulum terdiri atas Lailatul Kutsiyah, Dinda Mutiara Rofika, Iklimatul Jannah, Maria Ulfa, dan Dewi Khofifah. Mereka mengikuti kegiatan ini dengan bimbingan dari Ibu Nia Yuliati, S.Pd. selaku guru pendamping.

Workshop tersebut memberikan pelatihan intensif tentang dunia perfilman, mulai dari penulisan naskah, pengambilan gambar, hingga proses penyuntingan video. Para peserta juga diwajibkan membuat film pendek berdurasi 5–7 menit dengan format orisinal, mengangkat nilai-nilai lokal tanpa mengandung unsur SARA maupun kekerasan.

Salah satu peserta, Lailatul Kutsiyah, mengaku sangat senang mendapat kesempatan mengikuti kegiatan tersebut.

“Kami belajar banyak hal baru tentang proses pembuatan film. Ternyata membuat film itu tidak sekadar merekam, tapi juga bagaimana menyampaikan pesan budaya dan nilai-nilai kehidupan melalui visual yang menarik,” ujarnya penuh antusias.

Hal senada disampaikan oleh Dinda Mutiara Rofika yang menilai kegiatan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk melestarikan tradisi.

“Tema ‘Dari Akar Tradisi Menuju Layar Digital’ sangat menginspirasi kami untuk menggabungkan unsur budaya lokal dengan kreativitas digital,” katanya.

Sementara itu, guru pendamping Ibu Nia Yuliati, S.Pd. menyampaikan apresiasinya terhadap semangat siswa yang terlibat dalam kegiatan ini.

“Saya bangga dengan anak-anak yang berani mencoba hal baru. Melalui kegiatan seperti ini, mereka tidak hanya belajar teknis perfilman, tetapi juga mengasah kerja sama, tanggung jawab, dan kemampuan berpikir kreatif,” tuturnya.

Kegiatan yang digagas Kominfo Sumenep ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi siswa untuk mengembangkan potensi dan menumbuhkan kecintaan terhadap budaya lokal melalui media digital. SMAS Plus Miftahul Ulum berkomitmen untuk terus mendukung kegiatan positif yang mampu meningkatkan kompetensi dan kreativitas peserta didik di era teknologi.


Sabtu, 11 Oktober 2025

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Ikuti Lomba Gerak Jalan HUT ke-756 Kabupaten Sumenep

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Ikuti Lomba Gerak Jalan HUT ke-756 Kabupaten Sumenep

 

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum ikuti gerak jalan

Sumenep, 10 Oktober 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-756 Kabupaten Sumenep, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kabupaten Sumenep menggelar Lomba Gerak Jalan yang berlangsung pada Jumat malam (10/10) dengan titik start di Stadion A. Yani Sumenep menuju Universitas Bahaudin Mudhary (Uniba) Madura.

Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari berbagai tingkatan sekolah, mulai dari SMP hingga SMA sederajat, termasuk dari SMAS Plus Miftahul Ulum yang turut ambil bagian dengan penuh semangat.

Rosi, salah satu peserta dari SMAS Plus Miftahul Ulum, mengungkapkan rasa bangganya bisa ikut serta dalam kegiatan ini.

“Saya sangat senang bisa ikut lomba gerak jalan ini. Selain untuk memperingati hari jadi Kabupaten Sumenep, kegiatan ini juga menumbuhkan semangat kebersamaan dan disiplin di antara teman-teman,” ujar Rosi dengan antusias.

Sementara itu, Bapak Abu Khoiroh, S.Pd., selaku pembina kegiatan, menyampaikan apresiasinya terhadap semangat para siswa yang berpartisipasi.

“Kami bangga dengan antusiasme siswa SMAS Plus Miftahul Ulum. Kegiatan seperti ini tidak hanya menumbuhkan rasa cinta terhadap daerah, tetapi juga menjadi ajang pembentukan karakter, kekompakan, dan sportivitas,” tuturnya.

Lomba gerak jalan ini berlangsung meriah dengan dukungan dari berbagai sponsor dan instansi. Sejumlah penonton turut menyaksikan peserta yang menampilkan kekompakan langkah serta yel-yel khas masing-masing sekolah.

Kegiatan ini menjadi momentum berharga bagi generasi muda untuk terus melestarikan nilai-nilai kebersamaan, disiplin, dan cinta tanah air melalui kegiatan positif di hari jadi Kabupaten Sumenep yang ke-756.

Senin, 06 Oktober 2025

Pelantikan OSIS SMAS Plus Miftahul Ulum Masa Bakti 2025–2026 Berlangsung Khidmat dan Penuh Harapan

Pelantikan OSIS SMAS Plus Miftahul Ulum Masa Bakti 2025–2026 Berlangsung Khidmat dan Penuh Harapan

Pelantikan OSIS SMAS Plus Miftahul Ulum

Sumenep, 6 Oktober 2025 — Suasana di lapangan SMAS Plus Miftahul Ulum pagi ini tampak khidmat dan penuh semangat kebersamaan. Para siswa berkumpul untuk menyaksikan prosesi pelantikan pengurus OSIS masa bakti 2025–2026 yang berlangsung dengan lancar dan tertib. Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi regenerasi kepemimpinan siswa di lingkungan sekolah.

Pelantikan dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan pembacaan surat keputusan kepala sekolah tentang susunan pengurus OSIS yang baru, serta pengambilan sumpah jabatan oleh pembina OSIS, Bapak Mulyadi, S.H.

Dalam sambutannya, Bapak Mulyadi, S.H., selaku pembina OSIS menyampaikan bahwa organisasi siswa merupakan wadah strategis untuk membentuk karakter dan kepemimpinan generasi muda.

“OSIS bukan sekadar organisasi seremonial, tetapi tempat untuk belajar bertanggung jawab, berinisiatif, dan bekerja sama. Jadikan pengalaman ini sebagai proses menempa diri agar menjadi pemimpin yang berintegritas di masa depan,” ujarnya penuh semangat.

Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Ibu Titik Herawati, S.S., turut memberikan apresiasi kepada pengurus OSIS periode sebelumnya serta dorongan bagi pengurus baru.

“Kami berterima kasih kepada pengurus OSIS lama atas dedikasinya selama satu tahun terakhir. Kepada pengurus baru, lanjutkan semangat kebersamaan dan kreativitas dalam melaksanakan program-program yang positif dan inovatif. Sekolah akan selalu mendukung kegiatan yang membangun karakter dan prestasi siswa,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Syamsul Maarif, Ketua OSIS masa bakti 2024–2025, menyampaikan pesan penuh makna kepada penerusnya.

“Selama satu tahun kami belajar banyak hal, dari kerja sama tim hingga menghadapi tantangan di lapangan. Saya berharap pengurus baru bisa lebih solid, kreatif, dan membawa OSIS SMAS Plus Miftahul Ulum ke arah yang lebih baik,” ucapnya.

Adapun Moh. Ilzam Fahrillah, Ketua OSIS baru, yang resmi dilantik menggantikan Syamsul Maarif, menyampaikan rasa syukur dan tekadnya untuk mengemban amanah dengan sebaik-baiknya.

“Kami akan berusaha menjadikan OSIS sebagai wadah aspirasi seluruh siswa, memperkuat semangat kekeluargaan, dan menghadirkan program-program yang bermanfaat bagi sekolah dan masyarakat sekitar,” katanya dengan penuh antusias.

Acara pelantikan ditutup dengan doa bersama dan sesi foto seluruh pengurus OSIS yang baru dilantik bersama dewan guru dan staf sekolah. Kegiatan ini tidak hanya menjadi simbol pergantian kepemimpinan, tetapi juga menandai lahirnya semangat baru dalam membangun budaya organisasi yang aktif, kreatif, dan berkarakter di lingkungan SMAS Plus Miftahul Ulum.

Jumat, 03 Oktober 2025

Ketika Kebaikan Dilupakan, Ingatlah Rasulullah

Ketika Kebaikan Dilupakan, Ingatlah Rasulullah

Gambar ilustrasi

Di suatu pagi di kelas X, pak Latif menuliskan angka 1 sampai 10 di papan tulis. Pada barisan terakhir, beliau sengaja menulis:

9 + 1 = 11.

Spontan murid-murid tertawa, sebagian menunjuk ke papan sambil berkata,

“Pak Latif salah! Itu bukan 11, seharusnya 10.”

Pak Latif tidak marah. Beliau tersenyum dan menatap murid-muridnya dengan tenang.

“Kalian benar, satu jawaban saya salah. Tapi lihatlah, sembilan jawaban sebelumnya benar, dan tidak seorang pun dari kalian yang memujinya. Kalian hanya fokus pada satu kesalahan.”

Kelas pun hening. Beberapa murid mulai menyadari maksud pak Latif.

“Anak-anakku,” lanjut Pak Latif, “begitulah hidup. Manusia sering lupa akan banyaknya kebaikan yang kita lakukan, lalu mengingat satu kesalahan kecil. Tapi janganlah kita berhenti berbuat baik hanya karena celaan. Ingatlah, Allah-lah yang menilai seluruh amal kita, bukan manusia.”

Sejenak pak Latif terdiam, lalu melanjutkan kisah,

“Rasulullah pun pernah menghadapi hal serupa. Beliau dikenal dengan gelar Al-Amin karena jujur dan amanah. Semua orang mempercayainya. Namun, ketika beliau menyampaikan risalah Islam, sebagian orang langsung menolak dan mencaci, seolah-olah semua kebaikan beliau hilang begitu saja. Tetapi apakah Rasulullah berhenti berbuat baik? Tidak. Beliau tetap sabar, tetap jujur, tetap penuh kasih, karena yang beliau cari bukanlah pujian manusia, melainkan ridha Allah.”

Murid-murid tertegun mendengarnya. Mereka sadar, bahwa teladan Nabi adalah jawaban nyata atas pelajaran kecil dari papan tulis itu.

Pak Latif akhirnya menutup pelajaran dengan lembut,

“Jangan gentar dengan ejekan, jangan berhenti berbuat baik karena celaan. Jika Rasulullah saja tetap tegar menghadapi cemoohan, apalagi kita yang hanya murid-muridnya. Jadikan hidup ini ladang kebaikan, meski manusia kadang lupa menghitungnya.”


_writing by Rumzil Azizah_

Minggu, 28 September 2025

Syafaat Sang Rasul

Syafaat Sang Rasul

 


Sang Sosok yang Mulia

Berada di gelap
Ingin mencari seorang yang bisa menuntunku
Tapi aku hanya bisa diam saja
Takut akan gelap
Ingin berjalan tapi aku takut tersesat
Di saat aku ingin menyerah
Di sana aku lihat sebuah cahaya
Yang sangat terang benderang
Sampai semangat ini kembali lagi

Tapi kenapa cahayanya semakin terang
Sampai aku bisa melihatnya
Tidak takut lagi untuk berjalan
Kulihat sosok di dalam cahaya itu
Ia sangat berbicara
Dan ia sangat terkenal, mulia dan namanya selalu diucapkan
Aku pun bertanya pada diriku
Siapakah sosok cahaya itu?
Sampai namanya ada di arsy-Nya Allah
Aku mendengar dari seseorang
Dia bertanya kepadaku
Apakah kau tahu sosok cahaya itu
Tidak kataku
Dia lahir di kota yang mulia dan nasab-nya mulia

Syafaat Yang Diharapakan

Ditinggal ayah dan ibunya saat kecil
Tidak pernah berbohong dan selalu menjaga amanah,
sampai malaikat, hewan, bebatuan, pepohonan, dan Tuhannya mengucapkan salam padanya.
“Apakah kamu tahu namanya?”

Ya, aku tahu.
Ia adalah Muhammad bin Abdullah.
Di situ aku bertanya:
“Apakah itu benar-benar sosok yang kucari?”
Di situ aku langsung menangis.
Sudah bertahun-tahun aku berada dalam kegelapan, akhirnya aku telah menemukan seseorang yang bisa menuntunku ke jalan yang benar.
Wahai Rasulullah, engkaulah yang kucari selama ini.

Engkau adalah sosok yang diciptakan Tuhan,
yang memberikan syafaat nanti.
Kau rela sakit demi umatmu.
Ya Rasulullah, apakah seorang pendosa sepertiku
bisa mendapatkannya syafaatmu nanti?


Karya: K. A. Fauzi N