Selasa, 24 Maret 2020

Isra Mikraj, Virus Corona, dan Refleksi Diri


Hari Jumat yang lalu, tepatnya tanggal 20 Maret 2020 kami agendakan perayaan Isra Mikraj Nabi Besar Muhammad saw. Proposal sudah di ACC oleh pihak sekolah dan persiapan sudah matang. Sayang beribu sayang kegiatan isra mikraj di sekolah kami gagal dilaksanakan setelah diterbitkannya surat edaran untuk belajar di rumah tanggal 16 Maret lalu. Surat edaran itu diterbitkan untuk mengantisipasi semakin merebaknya virus corona yang saat ini menjadi pandemi global. Satu dari agenda kegiatan kami pun gagal.

Siswa yang semula sudah mengetahui agenda kami juga ikut menyayangkan gagalnya kegiatan isra mikraj. Lantas mau bagaimana lagi, kami juga harus memerhatikan kemaslahatan bersama.

Sebenarnya, urungnya peringatan isra mikraj bulan ini bukan di sekolah kami saja. Dari masjid dan mosalla yang biasa merayakan isra mikraj tidak terdengar pengumuman akan mengadakan peringatan.  Bahkan, di Masjid Jami' di pusat kota juga tidak terdengar informasi kalau akan mengadakan isra mikraj. Toa masjid kali ini sepi dari pengumuman isra mikraj.

Lalu hikmah  apa sebenarnya yang dapat diambil dari kejadian ini?

Menyikapi kejadian ini, refleksi diri kita pandang perlu untu dilakukan. Mari kita tarik mundur ke belakang, tepatnya satu tahun yang lalu kita masih bisa memperingati isra mikraj  bersama-sama, menghadiri pengajian dan menyimak ceramah kiai. Selain itu, pawai obor dan selawat kita dengar saat malam isra mikraj. Namun, saat ini situasi tidak memungkinkan. Barangkali saat ini adalah waktunya kita mengaji sendiri hidup kita melalui peristiwa isra mikraj dan pandemi virus corona ini. Saat ini kita diberi kesempatan untuk bertafakur melebur diri dalam kesunyian malam. Saat ini kita diberi kesempatan beribadah secara pribadi dan bersama keluarga dengan sebaik-baik ibadah dan dengan sebaik-baik pendekatan.

Refleksi diri dapat dilanjutkan pada tahun terjadinya peristiwa isra mikraj sendiri. Peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai hadiah yang diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengobati kesedihan Nabi. Tahun tersebut memang disebut sebagai tahun kesedihan karena wafatnya dua orang yang disegani dan disanyangi Nabi, yaitu Abu Thalib dan Khadijah.

Peristiwa isra mikraj terjadi dalam waktu satu malam. Perjalanan dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan kemudian dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dapat diproyeksikan sebagai hubungan horizontal dan vertikal. Secara horizontal melambangkan hubungan sosial dan vertikal melambangkan hubungan dengan Allah Swt. Di dalam peristiwa isra mikraj itulah Nabi Muhammad saw. mendapatkan perintah untuk melaksanakan salat lima waktu.

Dalam menghadapi pandemi virus corona saat ini, menggali hikmah dari isra mikraj dapat memberikan motivasi tersendiri. Tahun ini boleh kita  anggap sebagai tahun kesedihan karena saat ini secara global menghadapi pandemi virus corona. Di tahun kesedihan ini pula kita dapat menanamkan keyakinan bahwasanya setelah ini akan ada kemudahan sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Swt. dalam surat Al-Insyirah ayat 6 "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan". Keyakinan yang dibangun tentu harus diiringi dengan kesabaran agar lebih dekat dengan Allah.

Pandemi virus corona ini juga dapat kita anggap sebagai ujian keimanan dan ketakwaan kita. Ujian sebagaimana anak sekolah sebelum keputusan kenaikan tingkat. Kualitas hasil ujian yang baik akan menghasilkan kemuliaan di sisi Allah Swt. Dari dimensi sosial, kita dapat mengaji diri, sudahkah kita tolong menolong dalam kebaikan dan tidak tolong menolong dalam kemungkaran. Mengeja dan mengajar diri sendiri sebelum mengeja dan mengajar orang lain dan kehidupan. Bersama keluarga, inilah kesempatan kita untuk membangung kedekatan interpersonal dan membungkusnya dengan kegiatan-kegiatan edukatif. Kegiatan yang membangun kesadaran kognitif, psikomotorik, sikap dan spiritual.

Selanjutnya, dalam menghadapi pandemi virus  corona ini mari kita kembali kepada Allah Swt.  Melalui peristiwa isra mikraj, kita diperintahkan untuk melaksanakan salat. Salat sebagai jalan kembali kepada Allah Swt. dan sebagai bentuk penghambaan dengan sebanar-benarnya hamba. Dengan kesadaran penuh seorang hamba, salat menjadi sebuah solusi dalam setiap permasalahan. Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46).

Salat sebagaimana telah disebutkan di atas adalah bentuk penghambaan sejati, sebentuk doa dan munajat yang indah. Salat adalah bentuk ketundukan dan kepatuhan kita kepada Allah Swt., sebagai pembuktian bahwa kita akan melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa yang telah dilarang. Hadirnya virus corona dapat dijadikan pendukung untuk pendekatan kepada Sang Pencipta, pendukung untuk bermesraan dengan-Nya.

Sekian

Tags :

bm

Lutfi

MEDIA SMAS PLUS MIFTAHUL ULUM

Ditunggu ide-idenya pada kolom komentar sebagai ikhtiar bersama meningkatkan kualitas pendidikan

  • Lutfi
  • Jl. Pesantren No. 11 Tarate Pandian Sumenep
  • smaplusmu@gmail.com
  • 085233233188

Posting Komentar