Senin, 28 Juli 2025

Sistem Pendidikan Karakter, Bukan Pilihan Tapi Kebutuhan

Aisyah Fiyanti, S.Pd. Guru Mata Pelajaran Kimia

Di era modern yang penuh dengan tantangan global, kemajuan teknologi, dan krisis nilai, pendidikan tidak hanya dituntut untuk mencetak generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga manusia yang bermoral, beretika, dan berkarakter kuat. Pendidikan karakter menjadi elemen krusial dalam membentuk kepribadian peserta didik yang utuh. Karena itu, sistem pendidikan yang berkarakter bukan lagi menjadi sebuah alternatif, melainkan kebutuhan utama bagi bangsa yang ingin bertahan dan maju dalam peradaban global.

Secara yuridis, pendidikan karakter telah diakomodasi dalam berbagai regulasi nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada Pasal 3, secara eksplisit menyatakan bahwa:

"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa."

Pernyataan ini menegaskan bahwa tujuan utama pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada aspek kognitif semata, tetapi juga menyentuh dimensi afektif dan psikomotorik melalui pembentukan karakter. Komitmen pemerintah terhadap pendidikan karakter semakin diperkuat dengan hadirnya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Perpres ini menggarisbawahi pentingnya pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam aktivitas pembelajaran dan budaya sekolah.

Pentingnya pendidikan karakter sejatinya telah lama disuarakan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan nasional. Dalam falsafahnya yang terkenal, beliau mengatakan:

"Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani."

Artinya, di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Ungkapan ini tidak hanya relevan untuk gaya kepemimpinan, tetapi juga menjadi dasar filosofi pendidikan karakter. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukan hanya soal mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menyentuh dan membentuk jiwa anak didik. Pendidikan harus mampu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka tumbuh sebagai manusia seutuhnya.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal memiliki peran vital dalam mengimplementasikan pendidikan karakter. Namun, pada kenyataannya, berbagai tantangan masih dihadapi. Tekanan terhadap pencapaian nilai akademik sering kali menomorduakan pengembangan karakter. Praktik-praktik seperti menyontek, manipulasi nilai, dan pelanggaran tata tertib sekolah masih marak ditemukan.

Padahal, sekolah merupakan miniatur masyarakat yang seharusnya menjadi tempat terbaik untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, empati, dan toleransi. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus didesain sedemikian rupa agar mendorong pengembangan karakter secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Agar pendidikan karakter benar-benar membumi dalam sistem pendidikan, beberapa strategi dapat diterapkan di sekolah, seperti halnya:

Integrasi dalam Kurikulum

Nilai-nilai karakter harus terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa bisa diajak berdiskusi tentang nilai moral dalam cerita. Dalam matematika, guru dapat menanamkan nilai ketelitian dan kejujuran.

Penguatan Budaya Sekolah

Sekolah perlu membangun budaya positif yang menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari budaya antre, menyapa guru dan teman, menjaga kebersihan, hingga menghargai perbedaan.

Keteladanan Guru dan Tenaga Kependidikan

Guru adalah agen utama dalam pendidikan karakter. Keteladanan guru dalam bersikap, berkata, dan bertindak menjadi cerminan langsung bagi peserta didik. Seperti kata pepatah, "Anak tidak hanya mendengar apa yang diajarkan, tetapi meniru apa yang dilihatnya."

Kegiatan Ekstrakurikuler dan Proyek Sosial

Kegiatan di luar kelas seperti pramuka, OSIS, kegiatan sosial, dan kerja bakti memberikan ruang nyata bagi siswa untuk menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan.

Pelibatan Orang Tua dan Komunitas

Pendidikan karakter tidak dapat berjalan efektif tanpa sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Orang tua harus menjadi role model dan konsisten dengan nilai-nilai yang diajarkan di sekolah.

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter. 1) Religius, menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Nasionalis, menjunjung tinggi kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; 3) Mandiri, tidak bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; Gotong Royong, membangun kerjasama dan solidaritas sosial; Integritas, jujur, dapat dipercaya, dan konsisten antara perkataan dan tindakan.

Nilai-nilai ini tidak hanya relevan dalam konteks pendidikan, tetapi juga menjadi fondasi penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Karakter merupakan salah satu investasi bangsa. Keberhasilan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam atau kecanggihan teknologinya, tetapi juga oleh kualitas manusia yang dimilikinya. Dalam hal ini, karakter menjadi penentu utama. Seperti yang dikatakan oleh Martin Luther King Jr.:

"The function of education is to teach one to think intensively and to think critically. Intelligence plus character – that is the goal of true education."

Pendidikan yang hanya menghasilkan manusia pintar tanpa karakter justru dapat membawa petaka. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus dijadikan sebagai investasi jangka panjang yang hasilnya tidak selalu instan, tetapi sangat menentukan kualitas masa depan bangsa.

Menghadapi dunia yang terus berubah, Indonesia membutuhkan generasi yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam moral dan etika. Sistem pendidikan yang berkarakter menjadi jawaban atas krisis nilai yang mengancam bangsa. Bukan lagi sebagai pelengkap, melainkan sebagai inti dari proses pendidikan itu sendiri.

Kini saatnya semua pemangku kepentingan, seperti pemerintah, pendidik, orang tua, dan masyarakat untuk dapat bersinergi membangun sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk hati. Sebab, dalam dunia yang semakin kompleks ini, karakter adalah kompas yang akan memandu arah generasi bangsa menuju masa depan yang lebih bermartabat.


Penulis : Aisyah Fiyanti, S.Pd. (Guru Mata Pelajaran Kimia) 


Tags :

bm

Lutfi

MEDIA SMAS PLUS MIFTAHUL ULUM

Ditunggu ide-idenya pada kolom komentar sebagai ikhtiar bersama meningkatkan kualitas pendidikan

  • Lutfi
  • Jl. Pesantren No. 11 Tarate Pandian Sumenep
  • smaplusmu@gmail.com
  • 085233233188

Posting Komentar