Tahun Baru Islam

Rumzil Azizah, M.Pd

"Tetap didik dan doakan anak kita menjadi manusia yang terbaik, karena kita bukan hakim yang harus memutuskan masa depan."

Moh. Nur, S.Kom

“Teruslah belajar dan siapkan masa depan dengan proses yang menyenangkan, bersabar dan ulet untuk menyelesaikan persoalan”

Ema Yuliatin, S.Pd

“Belajar akan lebih mudah meraih masa depan, ingat wajah orantuamu, maka kamu akan semangat kembali ”

SAMBUTAN KEPALA

Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.


Puji syukur kepada Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Anugerah-Nya kepada kita semua. Sebagai salah satu sekolah penggerak yang ada di Kab. Sumenep dimana informasi sangat dibutuhkan untuk menjawa dan meyampaikan perkembangan sekolah kami. Besar harapan kami, sarana ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang ada dilingkup pendidikan dan pemerhati pendidikan secara khusus bagi SMA PLUS MIFTAHUL ULUM. Sekolah kami berada didalam Pondok Pesatren Al-Uysmini dimana AHLAQ menjadi yang paling utama bagi seluruh keluarga besar SMA PLUS MIFTAHUL ULUM. Terima kasih atas kunjungannya di website kami maju terus untuk mencapai SMA PLUS MIFTAHUL ULUM yang lebih baik lagi. Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Informasi TERBARU

Kami sajikan informasi terupdate disini khusunya pekembangan SMAS PLUS MU SUMENEP

polio

MENGENAL LEBIH JAUH

SMA Plus Miftahul Ulum bediri sejak 2016 atas pemikiran Drs. K.H. Abdullah Cholil M.Hum dimana beliau resah terhadap santri yang menetap dipesantren dan masih sekolah umum diluar pesantren, sebab diluar berbeda dalam pergaulan, tidak seperti pesantren. Jika santri sekolah didalam maka bagi pengasuh lebih mudah dalam mengontrol santri sebagaimana yang diamanahkan oleh wali santri.


SMA ini tentu harus berbeda dengan SMA lain sehingga pengasuh memberi nama Plus Miftahul Ulum, Plus disini lebih dikhususkan kepada pendalaman ilmu agama, dan tidak menutup kemungkinan plus plus yang lain. sejak awal berdiri sampai sekarang SMA Plus Miftahul Ulum mendapat sambutan baik dari masyarakat hal ini dapat dilihat dari kwantitas siswa/i dan kwalitas dalam kegitan belajar mengajar oleh pendidik yang berdidikasi tinggi,


Kapan Berdiri
Baca sejarah SMA Plus
1
...
Kurikulum Sekolah
....
1
...
Fasilitas yang disediakan
...
1
...
Kemudahan dalam belajar
...
1
...
Apa saja kretivitas yang telah dihasilkan
...
1
...

Informasi UMUM

Kami akan suguhkan informasi seputra pendidikan

Rabu, 24 Desember 2025

 MENYOAL KESEHATAN MENTAL REMAJA DALAM BAYANG-BAYANG MEDIA SOSIAL

MENYOAL KESEHATAN MENTAL REMAJA DALAM BAYANG-BAYANG MEDIA SOSIAL


Ilustrasi kecanduan medai sosial


Semakin canggihnya teknologi di era digital masa kini membuat masyarakat dunia menggunakan dunia maya seperti media sosial untuk berinteraksi dengan masyarakat secara virtual. Selain itu, mereka menggunakan dunia maya untuk mengenalkan dirinya kepada khalayak ramai dengan media social. Hadirnya media sosial memudahkan penggunanya berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat dunia tanpa biaya yang mahal. Hal ini menyebabkan media sosial menarik banyak pengguna dari berbagai kalangan. Media sosial yang menarik perhatian ini menjadi primadona yang dapat digunakan di setiap kesempatan. Maka, tidak salah jika kita melihat remaja dimana pun berada terus-menerus berselancar ria dengan gawainya.

Pengguna dunia maya atau media sosial salah satunya adalah kalangan remaja. Menurut (Rosmalina & Khaerunnisa, 2021) dalam penggunaannya, remaja biasanya menggunakannya untuk membagikan kegiatan pribadinya, seperti curhatan dan foto bersama teman-temannya. Secara lumrah remaja selalu ingin mencoba hal-hal baru. Mereka selalu merasa penasaran dan tidak pernah merasa puas jika hanya mencobanya sekali. Hal inilah yang lama-kelamaan menimbulkan rasa kecanduan pada diri mereka. Selain menimbulkan kecanduan, media sosial juga berdampak pada kesehatan mental remaja yang jika dibiarkan dapat memperparah keadaan remaja masa kini. Dampak-dampak ini bukan hanya dampak positif tetapi juga berdampak negatif.   

Media Sosial dan Kesehatan Mental Remaja

Sebagai makhluk sosial tentunya masyarakat tidak lepas dari masyarakat lainnya. Terlepas dari hal tersebut tentunya untuk berkomunikasi dengtan masyarakat lain, mereka membutuhkan media untuk mengabarkan kondisinya pada yang lain. Pada era digital ini masyarakat menggunakan untuk saling berinteraksi satu sama lain secara virtual. Salah satu dunia maya yang sering digunakan adalah media sosial.

Media sosial seperti tiktok, instagram, facebook, youtube dan lain sebagainya  memang sangat terkenal dalam berbagai kalangan usia, salah satunya kalangan remaja. Penggunaan media sosial selain memudahkan para pengguna dalam berinteraksi, juga memudahkan penggunanya berteman dengan masyarakat dunia tanpa mengenal usia bahkan gendermya. Berdasarkan laporan Statistik Pendidikan 2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik di antara 80,32 persen peserta didik yang menggunakan internet pada tahun 2024, mayoritas (90,76 persen) menggunakan internet untuk hiburan. Kemudian, tujuan penggunaan internet yang besar lainnya adalah mengakses media sosial (67,65 persen) dan mencari informasi/berita (61,65 persen). Selain itu, sekitar 27,53 persen peserta didik yang menggunakan internet adalah untuk pembelajaran online (Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2024).

Namun tanpa disadari para penggunanya, internet khususnya media sosial selain memberikan dampak positif, media sosial juga memberikan dampak negatif yang dapat menimbulkan tindak kejahatan bagi para penggunanya. Pengguna yang sering menjadi bumerang bagi tindak kejahatan remaja. Pada fase ini biasanya mereka masih mencari jati dirinya. Mereka akan mencoba hal-hal baru yang mampu membuat mereka penasaran. Selain itu, masa remaja merupakan masa tahapan kehidupan manusia yang ditandai dengan pemikiran yang labil (Mawaddah & Prastya, 2023).

Sebagaimana telah disampaikan di atas media sosial membuat penggunanya menjadi kecanduan. Kecanduan media sosial merupakan dampak negatif awal terhadap kesehatan mental remaja. Penyakit kecanduan ini membuat remaja tidak ingin lepas dari berselancar di media sosial sehingga mengabaikan realitas sebenarnya yang ada dalam lingkungan mereka. Kita bisa melihat terkadang para remaja abai terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, tidak salah jika ada istilah bersama tetapi tidak berkumpu karena asyik dengan media sosialnya masing-masing. Penyakit kecanduan ini pula nantinya akan memberikan peluang lebih besar terhadap remaja untuk terkena dampak lebih lanjut yaitu cyberbullying.

Dikutip dari situs unicef.org cyberbullying (perundungan dunia maya) ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel. Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Remaja yang mengalami kecanduan media sosial akan mengalami kecemasan apabila tidak bermedia sosial. Dirinya akan merasa gelisah dan merasakan ada sesuatu yang kurang dalam pikirinnya. Kecemasan ini meningkat saat remaja mengalami cyberbullying. Hal ini biasanya dimulai ketika mereka mendapatkan pesan-pesan ancaman dari seseorang yang dikenal atau tidak dikenal. Dari sisi pelaku bullying, luasnya media sosial tentunya memudahkan seseorang untuk mengirim hal-hal yang mereka inginkan yang berupa ancaman kepada orang lain. Remaja menjadi korban akan mengalami kecemasan berkelanjutan jika tidak mampu mengontrol mental mereka.

Dampak lanjutan dari kecanduan dan kecemasan yang diakibatkan oleh media sosial adalah depresi. Menurut penelitian, penggunaan media sosial inilah yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental remaja. Dampak yang paling menonjol adalah depresi yang disebabkan oleh cyberbullying. Remaja yang mengalami perundungan cenderung mengalami tekanan mental yang berujung pada depresi sehingga dapat melakukan hal-hal negatif. Dampak paling parah dari depresi yang diakibatkan perundungan di media sosial adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh remaja. Yurika dikutip dari laman brin.go.id, menyebutkan kasus bunuh diri terjadi karena tekanan akademis, sosial, harapan-harapan tinggi untuk lebih berprestasi dan berkompeten di bidang akademi, perubahan hormon, emosi, permasalahan keluarga, makin banyak bullyingcyber bullying, pengaruh media informasi bebas, masalah identitas diri, dan kurangnya akses sumber dukungan kepada para remaja.

Tips dan Trik Menjaga Kesehatan Mental Remaja

Keasyikan dunia maya telah menghipnotis penggunanya khusunya remaja untuk terus menerus berselancar dalam dunia maya. Keasyikan kemudian bertransformasi menjadi candu yang menyebabkan para remaja lupa akan dirinya dan lingkungan sosial. Masalah semacam ini menjadi gejala bahwa si pengguna mengalami penurunan kesehatan mental karena tidak dapat mengontrol diri. Dampak bersarnya sebagaimana telah disebutkan di atas saat ini bukanlah sesuatu yang baru lagi tetapi telah menjadi momok menakutkan. Maka dari itu, perlu penanganan yang serius juga dalam mengatasi masalah kesehatan mental remaja akibat keasyikan bermedia sosial.

Sejatinya dalam penangan penurunan kesehatan mental remaja akibat pengaruh media sosial dapat melibatkan tiga elemen penting dalam kehidupan di lingkungan, yaitu diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Ketiga elemen tersebut yang menurut Rosmalina dan (Rosmalina & Khaerunnisa, 2021) disebut factor internal dan eksternal. Factor internal merupakan factor yang berasal dari dalam diri sendiri seperti sifat, bakat, hereditas, dan lain sebagainya. Sementara itu, factor eksternal merupakan factor yang memengaruhi remaja dari luar seperti keluarga dan lingkungan.

Secara individu, remaja dapat menjaga kesehatan mentalnya dengan beragam cara. Keberhasilan beberapa cara tersebut diperlukan kekonsistenan diri untuk melawan keinginan berlebihan mengakses dunia maya. Para remaja yang berjuang untuk memerangi keinginan berlebih dalam berselancar di dunia maya dapat mengikuti tips dan trik yang diutarakan oleh (Rosmalina & Khaerunnisa, 2021) ini.

Pertama, hal yang harus dilakuakn untuk menjaga kesehatan mental remaja adalah membatasi penggunaan media sosial. Hal ini digunakan agar remaja bisa mebagi waktu. Selain itu juga, cara ini dapat mengurangi dampak kecanduan yang berlebihan pada remaja. Cara yang digunakan untuk membatasi penggunaan media sosial adalah dengan alarm pengingat yang berbunyi saat batas waktu penggunaan media sosial. Kedua, media sosial dapat digunakan untuk mencari informasi seputar pengetahuan yang berhubungan dengan diri dan sekolah. Artinya, media sosial berfungsi sebagai sumber pengetahuan. Selanjutanya, carilah kesibukan lain untuk mengatasi kecanduan yang disebabkan oleh media sosial seperti menonton televise, membaca koran, berkumpul bersama keluarga dan tetangga dan lain sebagainya..

Ketiga, Melakukan hal positif selain mengakses internet dapat membantu mengurangi kecanduan penggunaan media sosial. Para remaja dapat melakukan aktivitas di dalam rumah atau luar rumah. Di dalam rumah, remaja dapat membantu pekerjaan orang tua, mengerjakan tugas, dan mengasah keterampilan membaca dan menulis. Di luar rumah, para remaja dapat berolahraga dan bersosialisasi dengan teman dan tetangga. Keempat, menggunakan media sosial dengan bijak menjadi factor penting untuk terhindar dari penurunan kesehatan mental remaja. Biasanya remaja menggunakan media sosial untuk hal-hal yang menarik perhatian mereka tanpa melihat dampak yang diperoleh. Mulai sekarang mulailah menggunakanakan medua sosial dengan bijak. Kelima, hal terakhir yang dapat dilakukan adalah menghapus media sosial dari perangkat untuk menghindari dampak kesehatan mental yang lebih serius.

Factor internal remaja memberikan dukungan penting agar remaja tidak mengalami penuruan kesehatan mental saat bermedia sosial. Keinginan kuat dari individu remaja untuk terlepas dari jerat media sosial yang berdampak pada kesehatan mental harus didukung factor eksternal yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pengaruh keluarga terhadap kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting. Dukungan dan dorongan penuh dari keluarga membuat semangat dari remaja tumbuh. Hal inilah yang membuat mereka sedikit demi sedikit melupakan dunia maya khususnya media sosial. Selain dukungan, interaksi satu sama lain juga membuat masalah yang terjadi pada kesehatan mental remaja sedikit demi sedikit juga terobati.

Selain keluarga, lingkungan sekolah juga dapat mengobati kesehatan mental remaja. Kesibukan yang terjadi di lingkungan sekolah membuat perhatian remaja terhadap dunia maya menjadi teralihkan. Mereka akan memikirkan hal-hal yang terjadi di sekolah tanpa memikirkan masalah yang terjadi di media sosial. Begitu juga dengan lingkungan masyarakat. Lingkungan memberikan peran penting dalam menjaga kesehatan mental remaja dari pengaruh media sosial. Dengan mengikuti kegiatan yang terjadi di masyarakat, mereka sibuk pada organisasinya tanpa memiliki kesempatan untuk bergabung dengan kesibukan di  media sosial. Dengan begitu, remaja akan berada dalam lingkungan yang positif dan tidak mendapatkan ancaman-ancaman dari media sosial seperti cyberbullying.

Kemajuan teknologi khususnya media sosial seperti tiktok, instagram, facebook, dan youtube tidak dapat ditolak. Produk teknologi tersebut memang harus juga dikenalkan kepada remaja khususnya dalam penggunaan secara bijak. Kecanduan, kecemasan dan depresi bahkan bunuh diri merupakan dampak serius yang salah satunya disebabkan oleh media sosial tanpa kesadaran dan rasa bijak. Maka dari itu perhatian diri sindiri, keluarga, teman, sekolah, dan masyarakat menjadi penting untuk membimbing remaja berada dalam koridor yang tepat dalam penggunaan media sosial sehingga kesehatan mental tetap terjaga.

Penulis : Nur Azizah Asura Baihaqi (XII-C)

Selasa, 23 Desember 2025

Lima Ribu dari Langit

Lima Ribu dari Langit

 


Pagi itu, Ahmad terbangun agak kesiangan. Tangannya cepat-cepat meraih kopiah, disusulkannya langkah menuju masjid. Azan Subuh hampir selesai.

Tasss!

Sandal Swallow-nya terlepas. Jempol kakinya membentur paving lapangan. Kukunya retak, darah keluar. Ahmad meringis, tapi tak berhenti. Dengan langkah tertatih ia tetap menuju masjid.

“Yang telat shalatnya di gazebo!”

Suara mu’allim terdengar tegas.

Ahmad tersentak. Ia menunduk, berjalan ke barisan santri yang telat. Setelah shalat dan membaca Yasin bersama, mereka mendapat ta’ziran membersihkan tempat wudu.

“Kenapa telat, Mad? Biasanya kamu paling rajin,” tanya temannya.

Sambil menyikat lumut di saluran air, Ahmad menjawab pelan,

“Semalam hujan deras. Aku nggak bisa tidur. Takut banjir masuk kamar. Kamarku kan bunker, kalau hujan air suka rembes.”

Temannya mengangguk paham.

Setelah ta’ziran selesai, Ahmad dan teman-temannya melapor kepada mu’allim. Ahmad lalu melangkah ke pasarean para kiai di dekat masjid. Ia berwudu kembali, lalu mengambil mushaf lusuh yang tersusun rapi di rak pojok.

Setiap hari, selain wirid wajib santri, Ahmad punya kebiasaan khusus: ngaji Surah At-Taubah. Entah mengapa hatinya selalu tertarik pada surah itu. Ia tahu, surah At-Taubah tidak diawali basmalah. Namun dua ayat terakhirnya selalu membuat dadanya lapang, seolah menjadi pegangan hidupnya.

“Kriukkk…”

Perut Ahmad berbunyi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan.

Ia menyelesaikan bacaannya, menutup mushaf, menciumnya, lalu mengangkatnya ke atas kepala.

“Shadaqallâhul ‘azhîm…” ucapnya lirih.

Sandal yang tadi terlepas ia perbaiki dengan peniti kapal agar tidak putus lagi. Ahmad merogoh saku.

Seribu, dua ribu, tiga ribu, dan beberapa receh.

Tersisa tiga ribu lima ratus rupiah.

“Cukup,” gumamnya. Seribu lima ratus buat nasi terong dan telor ceplok di warung depan, dua ribu buat ongkos bis mini ke Situbondo kota. Hari ini ia berniat mengambil kiriman uang dari abahnya di Madura.

Setelah izin ke bagian keamanan pondok, Ahmad berjalan kaki cukup jauh menuju jalan Pantura. Setengah jam menunggu, bis mini datang. Ahmad melambai, naik, dan turun tepat di depan BRI Situbondo kota.

Di dalam bank, suasananya dingin, wangi, dan rapi. Ahmad mengisi slip, duduk menunggu. Nomor antreannya tujuh. Tak lama, ia dipanggil ke teller nomor satu. Seorang ibu paruh baya dengan name tag bertuliskan Sulastri.

“Ambil kiriman, Dek?” tanyanya lembut.

“Iya, Bu,” jawab Ahmad sambil menyerahkan buku tabungan dan slip.

Beberapa menit kemudian, kening ibu itu berkerut.

“Belum ada uang masuk, Dek.”

“Apa…?”

Hati Ahmad seakan runtuh. Ibu teller memastikan lagi. Tetap sama. Tidak ada kiriman.

Ahmad terdiam. Dadanya panas. Air matanya menggenang. Sejak pagi cobaan datang beruntun: telat Subuh, sandal putus, ta’zir, dan kini kiriman abah belum sampai. Uangnya habis. Tidak tersisa ongkos pulang.

Tangis Ahmad pecah di depan teller.

“Jangan menangis, Dek,” ujar Bu Sulastri.

“Kamu punya uang buat balik ke pondok?”

Ahmad menggeleng, sambil mengusap mata dengan ujung lengan bajunya.

Ibu itu terdiam sejenak. Lalu ia membuka dompet, mengambil beberapa lembar uang, dan menyodorkannya.

“Ini, Dek. Buat ongkos. Sabar ya.”

Ahmad menerimanya dengan tangan gemetar.

Lima ribu rupiah.

“Masya Allah…”

Air matanya jatuh, kali ini karena syukur.

Ia berkali-kali mengucapkan terima kasih, menunduk penuh adab. Bagi orang lain mungkin kecil, tapi bagi Ahmad, uang itu adalah bukti nyata pertolongan Allah.

Di luar bank, Ahmad menengadah pelan.

“Terima kasih, ya Allah. Engkau datang menolong hamba-Mu lewat tangan siapa saja yang Engkau kehendaki.”

Dan pagi itu, Ahmad belajar:

santri boleh tidak punya apa-apa, asal hatinya tetap penuh tawakkal pada Allah SWT. 

Terima kasih ya Allah 

Terima kasih Bu Sulastri. ✨


_writing by Rumzil Azizah_

Kamis, 18 Desember 2025

Teman Tak Terduga

Teman Tak Terduga

 


Aku mengintip dari balik tirai jendela. Di luar, anak-anak kecil ramai menyoraki Ayung, seorang pemuda lusuh dengan tubuh tinggi kurus. Bicaranya tak pernah jelas; bibir sumbingnya membuat ucapannya terdengar patah-patah. Katanya ia agak terbelakang mental. Ia sering berkeliaran, kadang meminta-minta dari rumah ke rumah.

Sesekali ibuk memberinya uang receh. Kadang kue. Seadanya yang kami punya. Namun jujur saja, aku takut padanya. Entah kenapa. Mungkin karena ia sering diledek oleh kami, para bocil yang merasa paling berani. Ayung kerap mengejar, kami pun lari tunggang-langgang sambil tertawa tanpa tahu bahwa tawa itu melukai hatinya.

Konon, nama aslinya Saiful.

Tapi kami lupa.

Karena ia senang melihat orang bersarung dan sering menggumamkan kata yang sama, “ayung… ayung…” (sarung… sarung…)

Maka sejak itu, kami memanggilnya Ayung.

Sore hari sepulang madrasah, aku bermain ke sawah bersama teman-teman. Jika beruntung, kami menemukan tebu. Kami cabut, kami bawa pulang, lalu ibuk akan memotongnya kecil-kecil agar mudah digigit dan diisap sari manisnya.

Tanpa sadar, kami bermain terlalu jauh.

Saat matahari tenggelam dan langit berubah jingga gelap, barulah kami tersadar: waktu Maghrib hampir tiba. Panik. Kami berlarian pulang.

Aku tertinggal di belakang, napasku tersengal.

Tiba-tiba, krek!

Sandal jepitku putus. Aku jatuh tersungkur. Lututku perih terantuk batu. Teman-temanku sudah tak terlihat. Aku menangis kesakitan, takut, dan sendirian.

Lalu…

ada bayangan jongkok di dekatku.

Aku terkesiap.

Itu Ayung.

Ia tersenyum.

Tak berkata apa-apa. Ia melepas sandalnya, lalu menyodorkannya padaku.

Tangisku makin pecah.

Dengan sandal itu di kakiku, Ayung menuntunku pelan-pelan. Diam. Sabar. Sampai akhirnya lampu pekarangan rumahku tampak dari kejauhan. Aku tersenyum hangat, lega, dan malu pada diriku sendiri.

Aku menatapnya.

“Kalangkong, Ayung…”

Ia hanya mengangguk kecil.

Sejak hari itu, setiap kali Ayung lewat depan rumah, aku selalu menyapanya. Kadang kuberi kue. Kadang permen.

Sederhana.

Dan sejak itulah aku belajar: 

Kadang orang yang sering kita anggap remeh justru memiliki hati yang paling baik. Jangan menilai seseorang dari rupanya,

karena Allah menitipkan kemuliaan di hati, bukan di penampilan. 🌼


_writing by Rumzil Azizah_

Senin, 15 Desember 2025

Di Antara Bau Ban Leng dan Tangan Ebok

Di Antara Bau Ban Leng dan Tangan Ebok

 


Malam selalu mengingatkanku pada Ebok. Ibunya mama. Perempuan yang menjadi rumah paling aman dalam masa kecilku.

Aku cucu perempuannya. Dan kata orang-orang, aku cucu kesayangannya. Aku percaya itu, karena hampir setiap malam aku tidur memeluknya.

Tubuh Ebok gendut dan hangat.

Aku selalu berbaring di belakangnya, memeluk dari punggung. Rasanya lebih tenang daripada tidur dengan mama.

Tanganku mencari tangannya.

Keriput, tipis, dan hangat.

Aku mengusapnya pelan, lama.

“Ebok belum tidur?” tanyaku lirih.

“Belum,” jawabnya lembut.

“Kamu kok masih melek?”

“Pegang tangan Ebok dulu,” kataku.

“Biar aku cepet tidur.”

Ebok tersenyum kecil.

“Kamu ini cucu perempuan kesayangan Ebok.”

Di ujung kasur, seperti biasa, ada botol kecil itu. Minyak urut Ban Leng. Bukan untukku. Untuk Ebok sendiri.

Ia meraihnya, lalu mulai melumuri tangannya, kakinya, bahkan betisnya dengan minyak itu. Pelan. Teratur. Seperti ritual sebelum tidur.

“Ebok pakai lagi?” tanyaku sambil menutup hidung.

“Baunya nyengat, gak enak, hmmphh!.”

Ebok tertawa pelan.

“Iya. Biar nggak linu. Badan tua begini kalau nggak diurapi, besok sakit semua.”

Aku memperhatikan gerak tangannya. Kulitnya keriput. Tapi gerakannya penuh kesabaran.

“Dulu juga pakai begitu?” tanyaku.

“Iya,” jawabnya.

“Dari zaman susah dulu. Obatnya ya ini. Nggak ada yang lain.”

Aku kembali mengusap tangannya, lebih lama.

“Zaman Ebok kecil susah ya?”

Ia terdiam sebentar.

“Iya. Sekolah susah. Umur dua belas sudah kerja dan menikah. Kalau sirine bunyi, semua orang lari ngumpet di tabun atau bebatuan.”

“Takut?” tanyaku pelan.

“Takut,” katanya jujur.

“Tapi hidup harus jalan. Mama kamu juga Ebok besarkan di zaman keras.”

Aku memeluknya lebih erat dari belakang. Wajahku kutempelkan di punggungnya.

“Ebok capek nggak?” bisikku.

Ia menepuk lenganku pelan.

“Capeknya sudah lewat. Sekarang capeknya enak. Ada kamu.”

Tanganku kembali menggenggam tangannya yang keriput. Hangat. Menenangkan.

“Ayo tedhung,” katanya lembut.

“Pegang aja tangan Ebok.”

Sekarang, Ebok sudah tiada. Dan mama juga sudah mendahuluinya.

Pusara mereka bersebelahan.

Ibu dan anak. Dua perempuan kuat dalam hidupku.

Kadang aku berdiri lama di sana. Sebagai cucu perempuan yang dulu tidur memeluk neneknya.

Dan setiap kali ingat bau minyak Ban Leng itu, hatiku terasa penuh.

Karena di sanalah tersimpan kasih sayang Ebok yang diam-diam, pelan-pelan, menghangatkanku sampai tertidur. 


_writing by Rumzil Azizah_

Kamis, 04 Desember 2025

Guru SMAS Plus Miftahul Ulum Raih Juara 1 Lomba Karya Inovasi Praktik Baik HUT PGRI 2025 Kabupaten Sumenep

Guru SMAS Plus Miftahul Ulum Raih Juara 1 Lomba Karya Inovasi Praktik Baik HUT PGRI 2025 Kabupaten Sumenep

 


Sumenep, 4 Desember 2025. SMAS Plus Miftahul Ulum kembali menorehkan prestasi membanggakan. Salah seorang guru terbaiknya, Aisyah Fiyanti, S.Pd., berhasil meraih Juara 1 Lomba Karya Inovasi Praktik Baik Pendekatan Pembelajaran Mendalam dalam rangka HUT PGRI dan Hari Guru Nasional 2025 tingkat Kabupaten Sumenep.

Kemenangan ini menjadi kejutan sekaligus kebahagiaan bagi Bu Aisyah. Dengan wajah berbinar, ia menyampaikan rasa syukurnya atas pencapaian tersebut.

“Saya sangat bahagia. Jujur sebelumnya tidak menyangka karya ini bisa menarik perhatian dan hati para juri. Karya ini saya persembahkan untuk sekolah tercinta yang selalu memberi dukungan penuh untuk terus berprestasi,” ungkapnya penuh haru.

Prestasi Bu Aisyah disambut hangat oleh keluarga besar SMAS Plus Miftahul Ulum. Kepala SMAS Plus Miftahul Ulum, Rumzil Azizah, M.Pd., memberikan apresiasi tinggi atas dedikasi guru yang dikenal inovatif tersebut.

“Prestasi ini bukan hanya kebanggaan pribadi, tetapi juga kebanggaan besar bagi SMAS Plus Miftahul Ulum. Dedikasi, kreativitas, dan komitmen Ibu Aisyah dalam menghadirkan pembelajaran yang bermakna telah menjadi inspirasi bagi seluruh pendidik dan peserta didik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ibu Rumzil berharap capaian ini menjadi energi positif bagi seluruh guru agar terus berkarya dan berbagi praktik baik.

“Semoga capaian ini menjadi penyemangat untuk terus berkarya, berbagi praktik baik, dan memberi kontribusi terbaik bagi siswa, teman guru, sekolah, dan dunia pendidikan. Teruslah menjadi teladan dalam mewujudkan Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar. Bangga! Terus bersinar, Bu Aisyah!”

Tidak hanya pimpinan sekolah, rekan sejawat pun turut merasakan kebahagiaan. Nia Yuliati, S.Pd., salah satu guru yang sering berdiskusi dan berkolaborasi dengan Bu Aisyah, menyampaikan komentar hangatnya.

“Saya sangat bangga dengan pencapaian Bu Aisyah. Beliau selalu menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan konsisten menghadirkan pembelajaran yang kreatif. Kemenangan ini benar-benar pantas beliau dapatkan. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua,” tuturnya.

Prestasi ini menegaskan komitmen SMAS Plus Miftahul Ulum dalam membangun ekosistem sekolah yang terus berkembang, inovatif, dan berdaya saing. Melalui kemenangan Bu Aisyah, sekolah kembali membuktikan bahwa kualitas pendidikan akan bersinar ketika guru diberi ruang, dukungan, dan kepercayaan untuk berinovasi.

Rabu, 03 Desember 2025

AKU, FAIZI, DAN SAPUDI

AKU, FAIZI, DAN SAPUDI

 


Pagi di Pulau Sapudi selalu datang dengan suara ombak kecil dan lenguhan sapi. Dari jendela sekolah kecil tempatku mengajar, aku bisa melihat laut memantulkan cahaya seperti pecahan kaca. Di tengah pemandangan itu, setiap hari ada satu sosok kecil yang selalu kutunggu: Faizi.

Anak itu berjalan menyusuri pematang, membawa tas lusuh yang hampir tak layak pakai. Usianya baru empat belas tahun, tetapi wajahnya selalu tampak seperti memikul beban orang dewasa. Ia datang dari pedalaman Nonggunong, jauh sekali dari sekolah kami di Gayam. Karena itu ia tinggal menumpang di rumah orang.

Dan aku tahu betul: menumpang artinya bekerja.

Kadang ia datang dengan baju basah karena baru selesai menyiram kebun. Kadang dengan tangan yang masih kotor tanah. Bahkan pernah ia datang dengan napas terengah karena mengejar sapi yang lepas sebelum berangkat sekolah.

Pernah suatu hari, ia terlambat hampir dua jam.

Dengan suara lirih, ia berkata,

“Maaf, Pak… saya harus ambil kayu dulu.”

Setiap kata itu masuk ke hatiku seperti pisau kecil.

Kondisi anak-anak di sini memang membuatku sering menahan napas. Banyak yang datang tanpa sandal, tanpa sarapan, berjalan jauh melewati batu kapur yang tajam. Mereka belajar dengan perut kosong. Bahkan ada yang hanya makan ubi satu biji sehari.

Faizi salah satunya.

Suatu kali aku melihat kaki Faizi bengkak besar.

“Kenapa ini, Faiz?” tanyaku panik.

“Ketusuk kayu di jalan, Pak…”

Aku menyuruhnya tidak sekolah dulu dan berobat. Tapi ia menggeleng.

“Pak… kalau saya tidak sekolah, saya tidak dapat PR.”

Di saat itulah aku merasa kalah oleh keteguhan seorang anak kecil.

Aku tahu ia sering tidak mengerjakan PR, bukan karena malas, tapi karena malamnya ia masih di kebun, atau mencari kayu, atau memasak untuk keluarga tempat ia menumpang. Rumah itu pun tidak punya listrik, jadi ia belajar dengan sisa cahaya bulan.

Terkadang ia datang pagi-pagi sekali, duduk di bangku paling depan sambil terburu-buru menulis jawaban.

“Maaf, Pak… saya kerjakan sekarang ya. Tadi malam gelap.”

Aku hanya mengangguk. Bagaimana bisa aku marah?

Suatu siang, kelas sedang lengang. Aku memanggilnya mendekat.

“Faiz… kenapa kamu tetap sekolah? Padahal kamu capek, lapar, jauh dari orang tua…”

Ia menunduk, lalu berkata pelan,

“Saya ingin kampung saya berubah, Pak. Saya ingin orang tua saya makan lebih enak. Saya ingin membangun desa saya.”

Hatiku seperti runtuh sesaat.

Di depan meja kayu tua itu, yang berdiri bukan anak kecil.

Tapi harapan.

Aku menepuk bahunya.

“Terus sekolah, Nak. Suatu hari kamu akan jadi cahaya bagi Sapudi.”

Ia mengangguk, dan aku melihat tekad itu lebih kuat dari bukit kapur Sapudi sendiri.

Setiap pagi aku mengajar, tapi sebenarnya mereka-lah yang mengajariku arti keteguhan.

Setiap hari Faizi mengingatkanku bahwa pendidikan bukan sekadar membaca atau menulis.

Pendidikan adalah keberanian bermimpi, bahkan ketika hidup terasa terlalu berat.

Dan bila suatu hari Faizi benar-benar menjadi orang besar yang membangun kampungnya, aku tahu… semuanya berawal dari langkah kecilnya di pematang Sapudi, dari tas lusuhnya, dari kakinya yang sering terluka, dari PR yang ia minta setiap hari.

Dan aku, Rusliy, hanya ingin menjadi seorang guru yang menjaga mimpi kecil itu agar tidak padam.

Di pulau kecil ini,

di antara sapi-sapi yang digembalakan,

di bawah angin laut yang lembut,

aku belajar bahwa harapan tidak pernah memilih tempat.

Kadang ia lahir…

dari seorang anak kurus bernama Faizi.


_writing by Rumzil Azizah_

PENGELOLA SMAS PLUS MU

Rumzil Azizah, M.Pd

(Kepala)

Nilta Najmur R., M.Pd

(W. Kurikulum)

Tutik Herawti, S.Pd

(W. Kesiswaan)

Hisbullah Huda, SH.I

(W. Sarpas)

Moh. Hariyanto

(W. Humas)

Sofiyatul Husna

(Bendahara)

Hairul Jamal

(K. TU)

MOH. NUR

(OPS)

Maps Dan Kontak

Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan kirim E-Mail, WA dan bisa berkunjung ke alamat dibawah ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Featured