Tahun Baru Islam

Rumzil Azizah, M.Pd

"Tetap didik dan doakan anak kita menjadi manusia yang terbaik, karena kita bukan hakim yang harus memutuskan masa depan."

Moh. Nur, S.Kom

“Teruslah belajar dan siapkan masa depan dengan proses yang menyenangkan, bersabar dan ulet untuk menyelesaikan persoalan”

Ema Yuliatin, S.Pd

“Belajar akan lebih mudah meraih masa depan, ingat wajah orantuamu, maka kamu akan semangat kembali ”

SAMBUTAN KEPALA

Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.


Puji syukur kepada Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Anugerah-Nya kepada kita semua. Sebagai salah satu sekolah penggerak yang ada di Kab. Sumenep dimana informasi sangat dibutuhkan untuk menjawa dan meyampaikan perkembangan sekolah kami. Besar harapan kami, sarana ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang ada dilingkup pendidikan dan pemerhati pendidikan secara khusus bagi SMA PLUS MIFTAHUL ULUM. Sekolah kami berada didalam Pondok Pesatren Al-Uysmini dimana AHLAQ menjadi yang paling utama bagi seluruh keluarga besar SMA PLUS MIFTAHUL ULUM. Terima kasih atas kunjungannya di website kami maju terus untuk mencapai SMA PLUS MIFTAHUL ULUM yang lebih baik lagi. Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Informasi TERBARU

Kami sajikan informasi terupdate disini khusunya pekembangan SMAS PLUS MU SUMENEP

polio

MENGENAL LEBIH JAUH

SMA Plus Miftahul Ulum bediri sejak 2016 atas pemikiran Drs. K.H. Abdullah Cholil M.Hum dimana beliau resah terhadap santri yang menetap dipesantren dan masih sekolah umum diluar pesantren, sebab diluar berbeda dalam pergaulan, tidak seperti pesantren. Jika santri sekolah didalam maka bagi pengasuh lebih mudah dalam mengontrol santri sebagaimana yang diamanahkan oleh wali santri.


SMA ini tentu harus berbeda dengan SMA lain sehingga pengasuh memberi nama Plus Miftahul Ulum, Plus disini lebih dikhususkan kepada pendalaman ilmu agama, dan tidak menutup kemungkinan plus plus yang lain. sejak awal berdiri sampai sekarang SMA Plus Miftahul Ulum mendapat sambutan baik dari masyarakat hal ini dapat dilihat dari kwantitas siswa/i dan kwalitas dalam kegitan belajar mengajar oleh pendidik yang berdidikasi tinggi,


Kapan Berdiri
Baca sejarah SMA Plus
1
...
Kurikulum Sekolah
....
1
...
Fasilitas yang disediakan
...
1
...
Kemudahan dalam belajar
...
1
...
Apa saja kretivitas yang telah dihasilkan
...
1
...

Informasi UMUM

Kami akan suguhkan informasi seputra pendidikan

Kamis, 30 Oktober 2025

MOKKA' SANDAL

MOKKA' SANDAL

Ilustrasi perjalanan tanpa alasan kaki


Pagi itu, udara di pondok masih dingin. Suara ayam berkokok bersahutan, santri mulai menyapu halaman dan menimba air. Di antara mereka ada seorang santri baru bernama Bisma. Ia datang dari Batang-batang, membawa semangat besar untuk menuntut ilmu.

Hari itu, Bisma ingin ikut pengajian kitab ke Kiai Abdullah, pengasuh pesantren Al-Usymuni. Ia berjalan cepat sambil membawa kitab di dada. Tapi sesampainya di depan rumah kiai, ia langsung naik ke tangga tanpa melepas sandalnya.

Tiba-tiba, suara lembut datang dari belakang.

“Hei, Bisma… Ngastete, Dek. Sampean belum mokkak sandal,” kata Musyfiq, santri senior yang membimbingnya.

Bisma berhenti dan menatap kakinya.

“Oh, Saporana Kak… saya tidak tahu. Tapi kenapa harus lepas sandal, padahal bersih?”

Musyfiq tersenyum kecil.

“Dek, ini bukan soal bersih atau kotor. Rumah kiai itu tempat ilmu dan barokah. Kalau mau masuk ke tempat suci, lepaskan dulu dunia dari kaki kita.”

Bisma terdiam. Ia pun menunduk, melepas sandalnya perlahan, lalu menaruhnya rapi di depan pintu. Saat melangkah masuk, hatinya terasa lebih tenang.

Di dalam, Kiai Abdullah sedang duduk membaca kitab. Wajahnya teduh, suaranya lembut.

“Ini santri baru, ya?” tanya beliau.

“Nggih, Yai,” jawab Bisma pelan.

Kiai tersenyum.

“Nak, ingat… ilmu tidak akan masuk ke hati yang sombong. Orang yang tidak bisa menunduk, tak akan diangkat derajatnya.”

Kata-kata itu membuat Bisma menunduk lebih dalam. Ia merasa kecil, tapi hatinya penuh cahaya.

Sore harinya, Bisma duduk di serambi bersama Musyfiq. Di depannya, berderet sandal-sandal santri yang tersusun rapi di tepi masjid. Angin sore berhembus pelan.

“Kak,” kata Bisma lirih, “ternyata melepas sandal itu bukan cuma aturan, ya?”

Musyfiq mengangguk. “Benar, Bisma. Setiap kali kita melepas sandal, kita sedang belajar melepaskan kesombongan diri. Karena orang yang rendah hati, itulah yang dekat dengan Allah.”

Adzan ashar berkumandang. Mereka pun berdiri, menuju masjid. Bisma menunduk, kembali melepas sandalnya dengan penuh kesadaran.

Malam itu, suasana pondok hening. Para santri duduk di serambi, kitab kuning terbuka di depan mereka. Suara Kiai Abdullah terdengar lembut mengisi malam.

“Anak-anakku,” ucap beliau, “bahkan Nabi Musa ‘alaihissalam dulu juga diperintahkan untuk melepas sandalnya di Bukit Thur.”

Para santri menatap penuh takzim.

“Saat beliau melihat nyala api dan mendekatinya, Allah berfirman:

فَلَمَّاۤ اَتٰٮهَا نُوۡدِىَ يٰمُوۡسٰىؕ‏ ١١ اِنِّىۡۤ اَنَا رَبُّكَ فَاخۡلَعۡ نَـعۡلَيۡكَ​ۚ اِنَّكَ بِالۡوَادِ الۡمُقَدَّسِ طُوًىؕ‏ ١٢

‘Wahai Musa! Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka lepaskanlah kedua sandalmu. Sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Thuwa.’

(QS. Ṭāhā: 11–12)”

Kiai berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lembut:

“Melepas sandal itu tanda adab, tanda menyucikan diri. Allah ingin Nabi Musa datang dengan hati bersih, tanpa beban dunia. Begitu pula kita, setiap kali melepas sandal di depan rumah guru, kita sedang membersihkan hati untuk menerima ilmu.”

Bisma menunduk. Matanya terasa hangat. Ia paham sekarang bahwa mokkak sandal bukan hal sepele, tapi jalan kecil menuju keberkahan besar.

Pagi berikutnya, Bisma kembali ngaji ke rumah kiai. Ia berhenti di depan pintu, menunduk, lalu melepas sandalnya perlahan. Ia menatanya rapi, lalu masuk dengan langkah ringan.

Tak ada yang menyuruh, tak ada yang memperhatikan, hanya antara dirinya dan adabnya.

Dan di sanalah Bisma merasa damai. Karena ia tahu, setiap kali kakinya tanpa sandal, hatinya sedang menapak menuju kesucian.

”Sejak Nabi Musa diperintah melepas sandalnya di lembah Thuwa, sampai santri di Madura melepas sandal di depan rumah kiai, semuanya mengajarkan hal yang sama: bahwa ilmu hanya masuk ke hati yang bersih, dan adab adalah pintu menuju cahaya.”


_Writing by Rumzil Azizah_

Rabu, 29 Oktober 2025

Etnomatematika Permainan Tradisional, Media Tingkatkan Literasi Numerasi Siswa

Etnomatematika Permainan Tradisional, Media Tingkatkan Literasi Numerasi Siswa

Ilustrasi permainan tradisional

Mempelajari matematika sama halnya mempelajari esensi kehidupan itu sendiri. Matematika mengajak para siswa yang mempelajarinya untuk menyelami kehidupan dengan cara berpikir kritis dan logis. Dengan kemampuan tersebut, siswa diharapkan dapat memahami problematika kehidupan sehingga mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi. Secara rasional matematika dipelajari bukan hanya untuk dipahami, tetapi juga berperan sebagai alat untuk membangun pemahaman, melatih cara berpikir, dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, 2025).

Sayangnya esensi dari pelajaran matematika belum sampai pada tahap apa yang telah disebutkan di atas. Matematika dipahami sebatas pada angka-angka dan simbol-simbol dalam bentuk rumus yang harus dijawab saja bukan menyelesaikan persoalan. Pantas saja jika ditanya kepada siswa tentang pelajaran apa yang sulit? Siswa aka akan menjawab pelajaran matematika, bukan bahasa atau sejarah. Pemahaman yang sempit ini kemudian mengamini salah satu alasan mengapa skor Matematika PISA Indonesia tahun 2022 berada di urutan buncit dan kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Brunai Darussalam. 

Belajar matematika bukan sekadar angka, rumus dan simbol akan tetapi juga diharapkan mampu mengimplementasikan pengetahuan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu Sáenz (dalam Fatimah dkk., 2020) menyebutkan bahwa terdapat tiga jenis pengetahuan dalam matematika, yaitu pengetahuan kontekstual, konseptual, dan prosedural. Pengetahuan konseptual dan kontekstual berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari di dunia nyata dan situasi sekolah. Pengetahuan konseptual dan kontekstual inilah yang jarang ditemukan dalam pembelajaran matematika.

Rasanya telah banyak siswa yang mengalami mathematics anxiety atau kecemasan terhadap matematika. Kesulitan memahami materi pelajaran matematika dan penyampaian materi yang kurang menarik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan siswa mengalami kecemasan matematika. Hasil penelitian yang dilakukan (Pujiadi, 2021) menjadi bukti nyata bahwa sebagian siswa mengalami tingkat kecemasan saat mengikuti pelajaran Matematika. Data penelitian yang ditemukannya menyebutkan bahwa tingkat kecemasan matematika siswa di Jawa Tengah paling banyak pada katagori kecemasan rendah yaitu sebanyak 1191 orang (53,17%). Hanya 62 orang (2,77%) yang mengalami kecemasan tinggi, dan 711 orang (31,74%) yang berkatagori kecemasan sedang, bahkan yang tidak mengalami kecemasan matematika lebih dari 10%, yaitu sebanyak 276 (12,32). 

Berdasar data di atas, mengajak siswa menyelami pelajaran matematika tidak cukup dengan hanya menuliskan angka dan rumus-rumus di papan tulis lalu kemudian menyuruhnya untuk menghafal. Strategi membuat pelajaran matematika menyenangkan menjadi pilihan wajib yang harus dilakukan oleh guru untuk menghapus stigma sukar, membosankan dan menakutkan tentang pelajaran matematikan. Etnomatematika dapat menjadi alternatif yang membantu siswa memperolah pemahaman mendalam tentang pelajaran matematika. 

Etnomatematika merupakan strategi pembelajaran dengan mengaitkan unsur budaya dalam pelajaran matematika (Fauzi & Lu’luilmaknun, 2019). Mengawinkan pelajaran matematika dengan unsur budaya bukanlah hal yang sulit dilakukan. Pasalnya, Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya. Kekayaan itu salah satunya terwujud dalam bentuk permainan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun dan sering dimainkan oleh anak-anak. Permainan tradisional memiliki nilai sendiri yang mampu membuat pemainnya merasa bahagia. Kebahagiaan ini yang menjadi modal dasar dalam menjadikan permainan tradisional sebagai media pembelajaran kontekstual untuk mata pelajaran matematika. 

Permainan tradisional yang dapat dijadikan media pembelajaran matematika di antaranya adalah engklek, kelereng, pasasran, dakon, bentengan dan lainnya. Secara umum permainan tradisional telah mengakomodir beragam nilai seperti nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Nilai kognitif berkaitan dengan nila-nilai pengetahuan yang dapat diperoleh saat bermain permainan tradisional. Misalnya saja dalam permainan engklek, anak-anak akan mengetahui luas bidang datar seperti persegi, persegi panjang, segitiga, dan setengah lingkaran. Berkaitan dengan nilai afektif, permainan tradisional engklek mengajarkan sikap disiplin, tanggung jawab dan sportifitas. Sementara itu dari segi nilai psikomotorik, engklek membantu perkembangan motorik kasar anak. 

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Fauzi & Lu’luilmaknun, 2019) telah membuktikan bahwa selain membentuk karakter siswa, permainan engklek memiliki unsur-unsur matematika. Unsur-unsur matematika dari hasil eksplorasi pada permainan engklek tersebut ditemukan unsur geometri bidang, hubungan antar sudut, jaring-jaring, kekongruenan, refleksi, logika matematika, dan konsep probabilitas atau peluang. Bukti nyata juga ditujukan oleh (Amreta dkk., 2025) yang mengungkapkan bahwasannya hasil pembelajaran matematika yang dlakukan secara kontekstual dengan memanfaat media permainan tradisional engklek menunjukkan jika metode ini mampu meningkatkan keaktifa siswa, memperkuat pemahaman konsep matematika dasar seperti pengurangan dan penjumlahan, serta menciptakan suasana belajar yang lebih kreatif dinamis, kolaboratif, dan menyenangkan. Selain itu, kegiatan ini juga turut mendukung pelestarian budaya lokal melalui integrasi permainan tradisional dalam pembelajaran.

Permainan tradisional lainnya yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran berbasis kontekstual pada mata pelajaran matematika adalah permainan kelereng. Permainan yang sering dimainkan anak-anak pada sore hari ini dapat membantu anak belajar geometri bangun datar dan ruang, pengukuran, serta operasi perhitungan (Putri A dkk., 2025). Operasi perhitungan terlihat dalam penjumlahan dan pengurangan saat kelereng di atas bidang datar seperti persegi, lingkaran atau segitiga. Konsep bangun ruang terwakili oleh bentuk fisik kelereng yang menyerupai bola, sedangkan bangun datar tampak pada bentuk-bentuk gambar arena permainan seperti lingkaran, segitiga, atau persegi di atas tanah.

Contoh terakhir yang dapat disajikan dalam tulisan ini adalah permainan pasaran atau jual-jualan yang kerap kali dimainkan oleh anak-anak perempuan khusus di hari libur sekolah. Permainan pasaran mempraktikkan hubungan sosial antara penjual dan pembeli yang diperankan oleh anak-anak. Selain itu, anak-anak belajar menghitung kebutuhan pokok yang diperlukan. Anak-anak juga belajar jumlah yang harus dibayarkan dan kembalian yang diterima. Sejalan dengan hal tersebut, Ulya menyebutkan bahwa dalam permainan pasaran, peserta didik memperagakan proses jual beli seperti pada kondisi pasar yang sebenarnya. Dengan pengalaman langsung seperti itu, peserta didik akan lebih memahami konsep aritmetika sosial (Ulya, 2017). 

Integrasi nilai-nilai budaya lokal seperti permainan tradisional ke dalam pelajaran matematika menjadi pelita pada sebagian pandangan gelap pelajaran matematika yang dianggap menakutkan. Ilmu yang dikenal dengan sebutan etnomatematika ini membuka jalan kesenangan dalam belajar matematika. Sementara itu permainan tradisional yang dijadikan media sejatinya mengandung tiga nilai penting dalam proses belajar siswa seperti nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Integrasi keduanya bisa dilihat dari hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas, anak-anak yang bermain permainan tradisional seperti engklek, kelereng, dan pasaran secara tidak langsung dapat memahami bidang datar, volume, geometri dan penghitungan. Selain itu yang tidak kalah penting adalah dengan memanfaatkan permainan tradisional, guru dan siswa yang terlibat telah melakukan pelestarian permainan tradisional yang dewasa ini mulai luntur.

Ditulis oleh : TIM Literasi (artikel ini juga tayang di https://sapanesia.id/?p=13866) 

Selasa, 28 Oktober 2025

Mahkota Untuk Ayah

Mahkota Untuk Ayah

 

Ilustrasi (sumber : hadila.co.id)

“Dor-dor-dor-dor.” Suara jendela yang dipukul dengan kayu telah terdengar, itu tandanya anak-anak harus segera bangun untuk melaksanakan sholat tahajud. “Ayo anak-anak, bangun! Waktunya qiyamul lail!” ucap seorang pengurus pondok. Fatimah pun segera bangun dan membangunkan teman-temannya.

“Teman-teman ayo bangun, waktunya untuk melaksanakan qiyamul lail!”

“Iya-iya, terima kasih sudah membangunkan kami Fatimah,” ucap Fitri.

“Iya, sama-sama,” jawab Fatimah.

Mereka pun segera berwudhu dan langsung menunaikan sholat tahajud. Setelah itu mereka membaca Al-Qur’an sambil menunggu adzan subuh.

“Allahuakbar, Allahuakbar.” Adzan subuh pun mulai terdengar.

Setelah adzan, mereka pun segera melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah sholat subuh, mereka langsung menuju ruang khusus anak tahfidz. Di sana para santri wati tahfidz menyetor hafalan mereka kepada ustadzah Aisyah.

Tiba-tiba, “Huaay, capek banget ya jadi santri, apalagi ikut tahfidz. Tiap malam menghafal, sepertiga malam qiyamul lail, habis itu sholat subuh, terus habis sholat masih setor hafalan,” ucap salah seorang anak yang bernama Rani.

Ustadzah Aisyah mendengar ucapan Rani dan berkata, “Rani, kita semua ini harus bersabar, jangan pernah mengeluh dan teruslah berusaha. Insyaa Allah nanti akan dapat balasan kebaikan dari Allah. Kan Rani ikut tahfidz atas kemauan Rani sendiri.”

“Nggak sih Ustadzah, Rani ikut tahfidz karena perintah dari Ayah dan Bunda. Sebenarnya Rani enggak pengen ikut tahfidz,” jawab Rani.

Mendengar jawaban Rani, Ustadzah Aisyah pun menghampiri Rani dan mengelus kepalanya.

“Rani, itu berarti kedua orang tua Rani sayang sama Rani.”

Rani yang mendengar ucapan ustadzah Aisyah pun menunduk.

---

Di pagi harinya mereka mulai beraktivitas untuk membersihkan kamar mereka kemudian menyapu halaman.

“Gak kerasa ya, besok udah kiriman,” ucap Fitri.

“Iya, aku gak sabar pengen ketemu umi dan abi,” jawab Fatimah.

Keesokan harinya mereka kembali melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka akan dikirim oleh keluarga mereka pada jam 08.00 pagi. 

Pada pukul 08.00 orang tua anak-anak sudah datang untuk mengunjungi mereka. Tetapi ayah dan bunda Rani masih belum datang. Rani pun sedih dan berkata,

“Ayah dan bunda kok masih belum datang yah?” katanya dengan nada lemas.

“Tenang aja, mungkin mereka masih beli oleh-oleh buat kamu,” ucap Fitri.

Tak lama kemudian, “Rani, ayah bunda kamu nungguin kamu di pengiriman,” ucap Fitri.

Rani menjawab, “Oh iya, makasih ya, udah kabarin aku.”

---

Sesampainya di pengiriman, Rani langsung menghampiri ayah dan bundanya dengan muka cemberut.

“Assalamu’alaikum,” ucap Rani.

“Wa’alaikumussalam,” jawab ayah dan bunda Rani sambil tersenyum.

“Anak ayah kok cemberut?” tanya ayah Rani.

“Ayah sama bunda lama banget, harusnya kan datang jam 08.00, ini malah udah jam 10.00,” kata Rani dengan nada sedikit kesal.

“Maaf ya, ayah sama bunda ya, tadi ayah sama bunda masih ke rumah sakit,”

“Hah? Ngapain ayah sama bunda ke rumah sakit?” tanya Rani.

“Tadi ayah sama bunda cek kesehatan,” jawab ayah Rani.

Kemudian ayah Rani langsung mengalihkan topik pembicaraan mereka.

Ayah Rani: “Gimana nak, lancar hafalannya?”

Rani: “Rani pengen berhenti ikut tahfidz, Rani capek.”

Ayah Rani: “Rani, kamu tahu gak, Rani harus tetap semangat dalam menghafal Al-Qur’an, emangnya Rani gak mau masuk surga sama ayah dan bunda?”

Rani: “Mau banget ayah, emang apa aja sih ya keuntungannya menghafal Al-Qur’an?”

Ayah Rani: “Rani, Al-Qur’an itu adalah pedoman kita kelak di hari kiamat. Selain itu, jika kita menghafal Al-Qur’an maka nanti kedua orang tuanya akan diberikan mahkota dan juga bisa membawa 10 keluarganya ke surga.”

---

Tak lama kemudian, di saat ayah dan bunda Rani akan pulang, ayah Rani mencium kening Rani sambil berkata,

“Rani harus kuat ya nak, Rani nggak boleh nyerah. Ayah sama bunda sayang banget sama Rani, kalo bukan Rani siapa lagi yang bisa banggain bunda sama ayah dan bisa bawa ayah sama bunda ke syurga. Nanti kalo liburan ayah sama bunda mau bawa Rani jalan-jalan ke luar kota ya." Setelah mengucapkan kata-kata itu ayah dan bunda Rani melepaskan tangannya.

---

Tiga hari kemudian, tante dan paman Rani menjemput Rani ke pondok, Rani bertanya "Tante sama paman kok jemput Rani? Emangnya ada apa?" Tante dan paman Rani tidak menjawab, kemudian tante Rani memeluk Rani dan menangis. Rani pun keheranan.​

Sesampainya di rumah Rani, terlihat banyak sekali orang. Rani pun berlari ke dalam rumahnya. Sesampainya di dalam betapa terkejutnya Rani melihat ayahnya berbaring tak bernyawa dan sudah ditutupi kain. Rani berteriak sambil menangis "Ayah, Ayah.. Bangun Ayah! Ayah kenapa ninggalin Bunda sama Rani? Katanya Ayah sayang sama Rani, katanya Ayah masih mau bawa Rani jalan-jalan? Katanya Ayah pengen lihat Rani khatam menghafal 30 Juz Al-Quran Bunda, Ayah kenapa? Ayah kenapa Bunda?"

Bunda Rani memeluk Rani sambil menangis "Ayah kamu terkena serangan jantung Nak, tadi setelah sholat subuh ayah kamu langsung jatuh dan pingsan. Bunda langsung bawa kerumah sakit tapi nyawa ayah kamu sudah tidak bisa diselamatkan." Jawab bunda Rani sambil menangis.

​"Kita harus sabar ya nak, kita memang sangat sayang sama ayah, tapi Allah jauh lebih sayang," ucapnya lagi.

​"Selamat jalan ayahku sayang, suatu hari nanti bunda sama Rani bakal nyusul ayah, Rani janji bakal ngasi hadiah berupa mahkota itu kepada ayah dan bunda kelak," ucap Rani sambil memeluk ayah nya yang sudah meninggal.

​Selang beberapa hari, Rani kembali lagi ke pondok, di sana dia tampak rajin dan giat menghapal Al-Qur'an dari biasanya. Rani selalu mengingat kata-kata ayahnya, "Kalau bukan Rani, siapa lagi yang bisa banggain ayah dan bunda kelak bisa bawa ayah dan bunda ke syurga."


Ditulis oleh : Dinda Mutiara Rofika (Kelas X-C) 

Senin, 27 Oktober 2025

Syair Bahasa Santri 1

Syair Bahasa Santri 1

Ilustrasi santri (Pinterest) 


Santri dengan budi pekerti

Bung Hatta pernah berkata:

“Gunakan bahasa halus dan sopanmu.”


Niscaya hamba Allah yang memenuhi surga itu salah satunya adalah kamu.

Hiasi gelarmu dengan bahasa dan budi pekertimu.

Sopan itu adalah hakikat santri.


Santri hebat bukan tentang pakaian, tapi tentang kebahagiaan.

Taqwallah adalah hakikat santri.

Berilmu ilmiah adalah martabat santri.


Di dalam senyap pesantren,

ada santri yang tegas mengatakan:

“Jika kami berani menjadi santri,

maka kami berani menerapkan budi pekerti



Rindu di Ujung Sajadah

Aku lelah mengecap resah

Pada rasa yang tak bisa berobat

Melawan jauh pada rindu di ujung kalbu

Demi orang tua di desa seberang


Perih menahan sesak menipis

Bingung yang tak pernah terjawab

Ayah ini sakit dan terbaring lumpuh

Atmaku menjerit ketakutan

Takut semua berantakan


Ibu, apakah gadis ini bisa?

Mencari ilmu di jalan penuh berkah

Kadang aku menangis di ujung malam

Menahan rindu di ujung sajadah


Namun, aku berhasil jauh dari kalian

Menimba ilmu dan agama di pondok Tuhan

Serta aku dengan doa

Dan aku kan pulang dengan bekal menuju surga.


Ditulis oleh : Thala'ani (Kelas X-C) 

Rabu, 22 Oktober 2025

Hari Santri Nasional Jadi Momentum Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum untuk Meneguhkan Persatuan

Hari Santri Nasional Jadi Momentum Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum untuk Meneguhkan Persatuan

Dokumentasi pelaksanaan upacara

Sumenep – Suasana pagi yang sejuk di halaman Pondok Pesantren Al-Usmuny dipenuhi oleh semangat para santri. Senin (22/10/2025), seluruh warga SMAS Plus Miftahul Ulum yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Al-Usmuny mengikuti upacara peringatan Hari Santri Nasional dengan khidmat dan penuh makna.

Kegiatan ini diikuti oleh kepala sekolah, dewan guru, tenaga kependidikan, serta seluruh siswa SMAS Plus Miftahul Ulum. Para peserta tampak berbaris rapi dengan busana khas santri — siswa putra mengenakan baju putih dan sarung hijau, sementara siswa putri mengenakan gamis berwarna sage dengan kerudung putih, mencerminkan kesederhanaan dan keanggunan khas santri.

Bertindak sebagai pembina upacara adalah KH. Hisbullah Huda, salah satu majelis keluarga Pondok Pesantren Al-Usmuny. Dalam amanatnya, beliau mengajak seluruh santri untuk meneladani perjuangan para ulama dan pejuang Islam yang berperan besar dalam menjaga persatuan dan kemerdekaan bangsa Indonesia.

“Santri harus menjadi garda terdepan dalam menjaga semangat persatuan. Jadilah santri yang tidak hanya tekun beribadah, tetapi juga mampu menebar manfaat di tengah masyarakat,” pesan KH. Hisbullah Huda dalam amanatnya.

Sementara itu, Kepala SMAS Plus Miftahul Ulum menyampaikan apresiasi atas kekompakan dan kedisiplinan seluruh peserta upacara. Ia menekankan bahwa peringatan Hari Santri bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi momentum untuk memperkuat nilai-nilai karakter yang sejalan dengan semangat pesantren.

“Hari Santri menjadi pengingat bahwa nilai religius, nasionalis, dan mandiri harus tumbuh di setiap diri siswa. Santri masa kini harus siap menghadapi tantangan zaman dengan ilmu dan akhlak,” ujarnya.

Salah satu siswa kelas XII, Moh. Choril, yang juga menjadi pemimpin upacara turut memberikan kesan terhadap kegiatan tersebut.

“Saya sangat bangga bisa ikut memperingati dan menjadi pemimpin upacara dalam Peringatan Hari Santri bersama teman-teman. Kegiatan ini membuat kami lebih memahami arti perjuangan santri dan pentingnya menjaga persatuan bangsa,” ungkapnya.

Sementara itu Homaini, siswa kelas X, menuturkan bahwa Hari Santri adalah momentum untuk memperkuat tekad menjadi generasi santri yang berilmu dan berakhlak mulia.

“Kami ingin terus meneladani semangat juang santri terdahulu. Semoga kami bisa menjadi santri yang tidak hanya pintar, tapi juga bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Upacara Hari Santri Nasional di Pondok Pesantren Al-Usmuny berlangsung dengan khidmat dan lancar. Setelah upacara selesai, siswa dan guru melakukan sesi foto bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.

Minggu, 19 Oktober 2025

Ketakziman di Era Digital: Santri, Kiai, dan Pertarungan Makna di Tengah Arus Modernisasi

Ketakziman di Era Digital: Santri, Kiai, dan Pertarungan Makna di Tengah Arus Modernisasi

Gambar ilustrasi (bincangsyariah.com) 

Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi ruang pembentukan karakter, akhlak, dan peradaban. Di balik temboknya yang sederhana, tumbuh nilai luhur: ketakziman santri kepada kiai. Namun di era digital, tradisi ini dihadapkan pada sorotan, kritik, bahkan pergeseran makna.

Dalam tradisi pesantren, kiai bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual dan moral. Santri tidak hanya belajar dari kata-kata, tetapi dari keteladanan. Dalam setiap gerak-gerik kiai, tersimpan pelajaran tentang keikhlasan, kesederhanaan, dan kesabaran.

Ketakziman adalah napas santri. Rasa hormat itu diekspresikan dalam banyak bentuk: menundukkan kepala saat berjalan di hadapan kiai, mencium tangan, tidak berbicara keras, hingga meminta izin dalam hal kecil. Bagi santri, adab lebih tinggi daripada ilmu.

Namun di era media sosial, nilai itu menghadapi ujian. Beberapa waktu lalu, viral video sekelompok santri yang merangkak mendekati kiai sambil mencium kaki beliau. Sebagian publik menilai adegan itu sebagai bentuk tawadhu‘ luar biasa. Sebagian lain menyebutnya “berlebihan” dan “tidak kontekstual”.

Tak hanya itu, publik kini juga lebih kritis terhadap gaya hidup sebagian kiai yang dinilai tidak lagi mencerminkan kesederhanaan. Mobil mewah, pakaian eksklusif, dan rumah megah menjadi bahan perbincangan hangat di media.

Sementara itu, bagi sebagian santri muda, media sosial juga menjadi ruang ekspresi baru. Mereka mengunggah konten tentang kehidupan pesantren: mulai dari kegiatan mengaji, kisah harian di asrama, hingga momen berinteraksi dengan kiai. Namun tanpa disadari, adab digital menjadi tantangan tersendiri.

Santri generasi baru tumbuh di tengah informasi cepat dan budaya kritis. Mereka menghormati kiai, namun juga memiliki kesadaran akan batas otoritas.

Pendekatan ini menunjukkan pergeseran makna adab: dari kepatuhan absolut menuju hubungan saling menghargai dan dialogis. Banyak pesantren kini mulai membuka ruang musyawarah antara santri dan pengasuh agar nilai-nilai tradisi tetap hidup tanpa kehilangan konteks zaman.

Fenomena viralitas ketakziman juga menyentuh persoalan lebih dalam: krisis keteladanan. Ketika kiai tidak lagi tampil sederhana, ketika pesantren terlibat politik praktis, atau ketika kekerasan terjadi di balik dalih “pendidikan keras”, maka makna ketakziman tercederai.

Data dari Komnas Perlindungan Anak (2024) menunjukkan bahwa laporan dugaan kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan berbasis agama meningkat 17% dalam dua tahun terakhir. Walaupun sebagian besar pesantren tetap menjaga tradisi luhur, kasus-kasus seperti ini mengikis kepercayaan publik terhadap figur keagamaan.

Kesantrian sejatinya bukan tentang bentuk luar, tetapi isi hati: tawadhu‘, kejujuran, dan kesadaran spiritual. Ketakziman tidak harus kehilangan makna di tengah dunia modern; tapi justru perlu dihidupkan kembali dalam bahasa yang dipahami generasi kini.

Di tengah hiruk-pikuk digital, pesantren tetap menjadi oase adab dan ilmu. Namun keseimbangan antara tradisi dan realitas harus terus dijaga. Karena ketakziman sejati bukan soal tunduk tanpa pikir, melainkan taat dengan kesadaran.

Ketakziman santri kepada kiai adalah warisan yang melampaui generasi. Ini merupakan jembatan antara ilmu dan akhlak, antara tradisi dan modernitas.

Namun seperti air yang mengalir, nilai luhur ini perlu wadah baru agar tetap segar: dalam media, dalam pendidikan, dan dalam perilaku.

Jika santri belajar menghormati dengan cerdas, dan kiai memimpin dengan teladan, maka pesantren akan terus menjadi cahaya bukan hanya bagi masa lalu, tapi juga bagi masa depan bangsa.


Oleh: Aisyah Fiyanti, S.Pd.

PENGELOLA SMAS PLUS MU

Rumzil Azizah, M.Pd

(Kepala)

Nilta Najmur R., M.Pd

(W. Kurikulum)

Tutik Herawti, S.Pd

(W. Kesiswaan)

Hisbullah Huda, SH.I

(W. Sarpas)

Moh. Hariyanto

(W. Humas)

Sofiyatul Husna

(Bendahara)

Hairul Jamal

(K. TU)

MOH. NUR

(OPS)

Maps Dan Kontak

Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan kirim E-Mail, WA dan bisa berkunjung ke alamat dibawah ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Featured