Rabu, 06 Agustus 2025

”Jangan Jadi Z-ombie di Era Gen Z!

”Jangan Jadi Z-ombie di Era Gen Z!

Ilustrasi tulisan zombie (sumber:Pngtree)


Di era digital seperti sekarang, banyak anak muda, khususnya Gen Z yang tanpa sadar terbiasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat media sosial. Hal ini sering membuat mereka membandingkan hidupnya dengan apa yang dilihat di layar, padahal banyak dari yang ditampilkan bukanlah kenyataan utuh. Akibatnya, muncul perasaan tidak cukup, minder, bahkan kehilangan semangat. Nyatanya, nilai hidup yang sesungguhnya tidak terletak pada komentar atau jumlah suka, tetapi pada niat baik dan tindakan nyata yang kita lakukan setiap hari.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk merenungi pesan bijak dari Socrates: “Hidup yang tidak dipikirkan adalah hidup yang tidak layak dijalani.” Artinya, setiap orang perlu menjalani hidup dengan kesadaran dan arah yang jelas. Bangun pagi bukan hanya untuk mengulang rutinitas, tetapi juga untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih baik dari hari sebelumnya. Jangan biarkan dirimu sekadar menjalani hari tanpa makna. *Jangan jadi zombie di generasi Z: hidup tapi tanpa arah, bergerak tapi tanpa tujuan.*

Dalam budaya kita, ada pepatah yang mengatakan: “Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Artinya, kebiasaan kecil yang baik, jika dilakukan terus-menerus, akan membentuk karakter dan membawa kebaikan besar. Hal-hal sederhana seperti membantu orang tua, berkata jujur, belajar dengan sungguh-sungguh, atau menjaga sikap di dunia nyata maupun digital, sangat berarti dalam membentuk siapa kita di masa depan.

Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam haditsnya: “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara” yaitu masa muda, kesehatan, kekayaan, waktu luang, dan kehidupan sebelum semuanya berubah. Waktu yang kita miliki sekarang adalah kesempatan yang tidak selalu datang dua kali. Maka gunakanlah sebaik mungkin untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dan membangun diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Hidup juga bisa kita ibaratkan seperti biji yang ditanam. Bila dijaga dan dirawat, ia bisa tumbuh menjadi pohon yang kuat dan bermanfaat. Tapi jika dibiarkan begitu saja, ia bisa kering dan tidak tumbuh. Setiap orang punya potensi yang berbeda-beda. Yang penting adalah kemauan untuk merawatnya dengan usaha, nilai, dan tujuan yang jelas.

Harapan kami untuk para siswa Gen Z adalah agar kalian tidak hanya menjadi generasi yang mahir teknologi, tapi juga bijak dalam menggunakan waktu dan menentukan pilihan. Jadilah pribadi yang bukan hanya cepat, tapi juga tepat. Tidak sekadar mengejar popularitas, tapi mencari makna dan manfaat. Karena ukuran hidup yang baik bukan dari seberapa banyak yang melihatmu, tapi dari seberapa besar kebaikan yang kamu tinggalkan.


Penulis : Rumzil Azizah, M.Pd. (Kepala SMAS Plus Miftahul Ulum) 

Senin, 04 Agustus 2025

Torehkan Prestasi di Kejurcab Pagar Nusa Sumenep 2025, Tiga Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Harumkan Sekolah

Torehkan Prestasi di Kejurcab Pagar Nusa Sumenep 2025, Tiga Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Harumkan Sekolah

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum berprestasi


Sumenep, 4 Agustus 2025— Tiga siswa SMAS Plus Miftahul Ulum kembali mengharumkan nama sekolah melalui prestasi gemilang di ajang Kejurcab Pagar Nusa Kabupaten Sumenep Tahun 2025. Ketiganya sukses meraih gelar juara dalam kategori yang berbeda, menunjukkan dedikasi dan semangat juang yang luar biasa.

Moh. Wildan Kholilullah berhasil meraih Juara 2 Kelas F Putra, sementara Andini Hara mengukuhkan prestasi sebagai Juara 2 Kategori Tunggal IPSI, dan Diana Putri Awalia tampil gemilang dengan meraih Juara 1 Solo Kreatif.

Diana, peraih juara pertama kategori solo kreatif, mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaannya, “Alhamdulillah, ini hasil dari latihan keras dan doa orang tua serta guru. Semoga ini menjadi langkah awal untuk prestasi-prestasi berikutnya.”

Andini juga tak kalah semangat. “Bersaing di Kejurcab Pagar Nusa ini pengalaman berharga. Saya jadi lebih percaya diri dan ingin terus belajar lebih baik lagi,” ujarnya.

Sementara Wildan menyampaikan, “Saya sempat gugup di awal pertandingan, tapi dukungan dari teman-teman dan pelatih membuat saya bisa fokus dan memberikan yang terbaik.”

Prestasi mereka mendapat apresiasi langsung dari Kepala SMAS Plus Miftahul Ulum, Rumzil Azizah, M.Pd. Dalam pernyataannya, beliau menyampaikan,

“Alhamdulillah, selamat untuk ananda Diana, Andini, dan Wildan atas prestasi gemilang di KEJURCAB Pagar Nusa Sumenep 2025. Kalian telah membuktikan bahwa dengan hati yang tulus dan tekad yang kuat, mimpi bisa jadi nyata. Terima kasih atas dedikasi dan semangat juangnya. Semoga terus menginspirasi dan menjadi teladan bagi teman-teman lainnya. Untuk siswa siswi SMAS Plus Miftahul Ulum tanamkan semangat dalam diri: ‘Berani Berkhidmat, Senantiasa Berprestasi!”

Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi seluruh siswa SMAS Plus Miftahul Ulum untuk terus berkembang, berprestasi, dan menjunjung tinggi nilai sportivitas serta semangat pengabdian.

Kamis, 31 Juli 2025

KUA Kota Sumenep, STAIM, dan SMAS Plus Miftahul Ulum Jalin Kerjasama Gelar Seminar Nasional: "Stop Stunting, Skip Nikah Dini!"

KUA Kota Sumenep, STAIM, dan SMAS Plus Miftahul Ulum Jalin Kerjasama Gelar Seminar Nasional: "Stop Stunting, Skip Nikah Dini!"

Foto: Brosur Seminar nasional


Sumenep, Rabu, 31 Juli 2025– Kementerian Agama Kota Sumenep melalui KUA Kota Sumenep, bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum (STAIM) dan SMAS Plus Miftahul Ulum, sukses menggelar Seminar Nasional bertajuk "Stop Stunting, Skip Nikah Dini! Remaja Sehat, Masa Depan Hebat". Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan generasi muda Indonesia, khususnya dalam menekan angka pernikahan dini dan mencegah stunting sejak remaja.

Seminar ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting di Kabupaten Sumenep, di antaranya:

  1. Drs. KH. Abdullah Cholil, M.Hum. – Pengasuh Pondok Pesantren Al-Usymuni Tarate
  2. KH. Abdul Wasid, M.Pd. – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumenep
  3. Dr. Mohammad Sholeh, M.Pd. – Ketua STAIM
  4. Ning Rumzil Azizah, M.Pd.I – Kepala SMAS Plus Miftahul Ulum
  5. Marwan, S.HI – Kepala KUA Kota Sumenep
  6. Syaiful Badri, M.Si. – Kepala KUA Batuan sekaligus Ketua APRI Kabupaten Sumenep

Acara dibuka secara resmi oleh Drs. KH. Abdullah Cholil, M.Hum., yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya upaya bersama dalam menurunkan angka pernikahan dini. Beliau mengajak para mahasiswa dan siswa sebagai agen perubahan untuk turut menjadi pelopor gerakan “Stop Nikah Dini” di lingkungan masing-masing.

Sementara itu, KH. Abdul Wasid, M.Pd., selaku Kepala Kemenag Sumenep, menyampaikan sambutan pembukaan yang sangat menggugah. Beliau menekankan empat aspek kesiapan yang harus dimiliki oleh calon pasangan sebelum menikah, yaitu:

Kesiapan mental: memiliki kematangan berpikir dan kedewasaan bertindak.

Kesiapan finansial: kemampuan ekonomi yang stabil, terutama bagi laki-laki sebagai pencari nafkah.

Kesiapan fisik: tubuh yang sehat dan organ reproduksi yang siap.

Kesiapan spiritual: pemahaman bahwa pernikahan adalah ibadah dan amanah dari Allah.

Sambutan beliau ditutup dengan ajakan untuk mendoakan keberkahan melalui pembacaan Surah Al-Fatihah, sebagai pembuka seluruh rangkaian kegiatan seminar.

Kegiatan diikuti dengan antusias oleh siswa dan mahasiswa. Kegiatan ini juga diisi dengan diskusi dan pemaparan dari para narasumber di antaranya Marwan, S.HI, Kepala KUA Kota Sumenep, R.A. Farah Diba Yulia, S.I.Kom, perwakilan BKKBN, Dr. Fatimatul Insyoniah, bidan dari Puskesmas Pandian dan Ning Hielma Hasanah, M.Si, seorang psikolog. 

Diharapkan seminar ini mampu menanamkan kesadaran sejak dini akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan menunda pernikahan hingga waktu yang benar-benar siap, demi masa depan yang lebih hebat.

Senin, 28 Juli 2025

Sistem Pendidikan Karakter, Bukan Pilihan Tapi Kebutuhan

Sistem Pendidikan Karakter, Bukan Pilihan Tapi Kebutuhan

Aisyah Fiyanti, S.Pd. Guru Mata Pelajaran Kimia

Di era modern yang penuh dengan tantangan global, kemajuan teknologi, dan krisis nilai, pendidikan tidak hanya dituntut untuk mencetak generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga manusia yang bermoral, beretika, dan berkarakter kuat. Pendidikan karakter menjadi elemen krusial dalam membentuk kepribadian peserta didik yang utuh. Karena itu, sistem pendidikan yang berkarakter bukan lagi menjadi sebuah alternatif, melainkan kebutuhan utama bagi bangsa yang ingin bertahan dan maju dalam peradaban global.

Secara yuridis, pendidikan karakter telah diakomodasi dalam berbagai regulasi nasional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada Pasal 3, secara eksplisit menyatakan bahwa:

"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa."

Pernyataan ini menegaskan bahwa tujuan utama pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada aspek kognitif semata, tetapi juga menyentuh dimensi afektif dan psikomotorik melalui pembentukan karakter. Komitmen pemerintah terhadap pendidikan karakter semakin diperkuat dengan hadirnya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Perpres ini menggarisbawahi pentingnya pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam aktivitas pembelajaran dan budaya sekolah.

Pentingnya pendidikan karakter sejatinya telah lama disuarakan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan nasional. Dalam falsafahnya yang terkenal, beliau mengatakan:

"Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani."

Artinya, di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan. Ungkapan ini tidak hanya relevan untuk gaya kepemimpinan, tetapi juga menjadi dasar filosofi pendidikan karakter. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukan hanya soal mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menyentuh dan membentuk jiwa anak didik. Pendidikan harus mampu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka tumbuh sebagai manusia seutuhnya.

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal memiliki peran vital dalam mengimplementasikan pendidikan karakter. Namun, pada kenyataannya, berbagai tantangan masih dihadapi. Tekanan terhadap pencapaian nilai akademik sering kali menomorduakan pengembangan karakter. Praktik-praktik seperti menyontek, manipulasi nilai, dan pelanggaran tata tertib sekolah masih marak ditemukan.

Padahal, sekolah merupakan miniatur masyarakat yang seharusnya menjadi tempat terbaik untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, empati, dan toleransi. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus didesain sedemikian rupa agar mendorong pengembangan karakter secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Agar pendidikan karakter benar-benar membumi dalam sistem pendidikan, beberapa strategi dapat diterapkan di sekolah, seperti halnya:

Integrasi dalam Kurikulum

Nilai-nilai karakter harus terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa bisa diajak berdiskusi tentang nilai moral dalam cerita. Dalam matematika, guru dapat menanamkan nilai ketelitian dan kejujuran.

Penguatan Budaya Sekolah

Sekolah perlu membangun budaya positif yang menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari budaya antre, menyapa guru dan teman, menjaga kebersihan, hingga menghargai perbedaan.

Keteladanan Guru dan Tenaga Kependidikan

Guru adalah agen utama dalam pendidikan karakter. Keteladanan guru dalam bersikap, berkata, dan bertindak menjadi cerminan langsung bagi peserta didik. Seperti kata pepatah, "Anak tidak hanya mendengar apa yang diajarkan, tetapi meniru apa yang dilihatnya."

Kegiatan Ekstrakurikuler dan Proyek Sosial

Kegiatan di luar kelas seperti pramuka, OSIS, kegiatan sosial, dan kerja bakti memberikan ruang nyata bagi siswa untuk menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan.

Pelibatan Orang Tua dan Komunitas

Pendidikan karakter tidak dapat berjalan efektif tanpa sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Orang tua harus menjadi role model dan konsisten dengan nilai-nilai yang diajarkan di sekolah.

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter. 1) Religius, menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Nasionalis, menjunjung tinggi kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; 3) Mandiri, tidak bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; Gotong Royong, membangun kerjasama dan solidaritas sosial; Integritas, jujur, dapat dipercaya, dan konsisten antara perkataan dan tindakan.

Nilai-nilai ini tidak hanya relevan dalam konteks pendidikan, tetapi juga menjadi fondasi penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Karakter merupakan salah satu investasi bangsa. Keberhasilan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam atau kecanggihan teknologinya, tetapi juga oleh kualitas manusia yang dimilikinya. Dalam hal ini, karakter menjadi penentu utama. Seperti yang dikatakan oleh Martin Luther King Jr.:

"The function of education is to teach one to think intensively and to think critically. Intelligence plus character – that is the goal of true education."

Pendidikan yang hanya menghasilkan manusia pintar tanpa karakter justru dapat membawa petaka. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus dijadikan sebagai investasi jangka panjang yang hasilnya tidak selalu instan, tetapi sangat menentukan kualitas masa depan bangsa.

Menghadapi dunia yang terus berubah, Indonesia membutuhkan generasi yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam moral dan etika. Sistem pendidikan yang berkarakter menjadi jawaban atas krisis nilai yang mengancam bangsa. Bukan lagi sebagai pelengkap, melainkan sebagai inti dari proses pendidikan itu sendiri.

Kini saatnya semua pemangku kepentingan, seperti pemerintah, pendidik, orang tua, dan masyarakat untuk dapat bersinergi membangun sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk hati. Sebab, dalam dunia yang semakin kompleks ini, karakter adalah kompas yang akan memandu arah generasi bangsa menuju masa depan yang lebih bermartabat.


Penulis : Aisyah Fiyanti, S.Pd. (Guru Mata Pelajaran Kimia) 


Kamis, 24 Juli 2025

Memaknai Hari Anak Nasional dalam Lingkup Pendidikan Di Sekolah

Memaknai Hari Anak Nasional dalam Lingkup Pendidikan Di Sekolah

 

Ilustrasi pendidikan di sekolah (Sumber : Dok.pribadi) 

Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli bukanlah sekadar perayaan semata yang hanya dilakukan dengan beberapa kegiatan seremonial. 

Akan tetapi, Hari Anak Nasional merupakan momentum untuk refleksi dengan penuh kesadaran bahwa anak adalah aset penerus bangsa yang akan mengemban amanah berkelanjutan meneruskan cita-cita bangsa Ini untuk menjadi bangsa yang maju, apalagi dalam konteks Indonesia Emas 2045. 

Dalam konteks pendidikan, Hari Anak Nasional merupakan wadah untuk melakukan evaluasi secara mendalam terhadap pendidikan bangsa ini. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pendidikan bangsa ini sudah ramah anak? Apakah pendidikan bangsa ini telah menjangkau seluruh anak-anak nan jauh di sana? Apakah anak-anak bangsa ini telah mengenyam pendidikan yang setara? dan pertanyaan lainnya yang perlu diberikan jawaban dan implementasi nyata dari jawaban tersebut. 

Sayangnya jawaban yang diharapkan tidak sepenuhnya kabar baik yang memancarkan harapan untuk masa depan emas itu. Waktu memberikan jawaban sebaliknya bahwa lingkungan pendidikan bangsa ini masih menjadi tempat yang rentan bagi anak-anak untuk memperoleh atau melakukan tindakan bullying dan tindak kekerasan. 

Bahkan, ironisnya bullying tidak hanya dilakukan antar siswa tetapi juga dilakukan oleh guru terhadap siswa. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan hak anak untuk tumbuh, berkembang, mendapat pendidikan, dan perlindungan dari kekerasan. 

Pun begitu, pertanyaan selanjutnya juga masih belum terjawab sempurna. Pemerataan pendidikan masih jauh panggang dari api. Artinya sejauh ini masih banyak anak yang bekum bisa memanfaatkan fasilitas pendidikan yang memadai. Mulai dari akses jalan yang sulit, fasilitas gedung yang kurang layak, media pembelajaran yang terbatas sampai pada akses internet yang susah atau bahkan tidak ada sama sekali. 

Jawaban akan problematika ini sampai saat ini masih menjadi misteri sampai kapan akan tuntas. Disparitas pendidikan orang kaya dan miskin, perkotaan dan pedesaan, sekolah negeri dan swasta menjadi contoh nyata ketidaksetaraan pendidikan. 

Oleh karena itu sebagaimana yang telah disebutkan di awal, Hari Anak Nasional adalah momentum untuk merefleksi dan mengevaluasi apa yang telah lalu dari pendidikan saat ini. Hari Anak Nasional juga dapat dijadikan ruang pentas untuk mewujudkan pendidikan yang ramah anak. 

Sekolah sebagai institusi pendidikan yang notabene adalah rumah kedua bagi anak sudah seharusnya menjadi surga yang memberikan rasa aman dan nyaman. Jika sudah demikian bukan suatu yang mustahil akan lahir anak-anak yang memiliki profil lulusan yang baik dan membanggakan. 

Namun, catatan terbesar dalam mewujudkan impian tersebut adalah sinergi antara empat pilar penting pendidikan yakni sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah tidak akan menghasilkan profil lulusan sesuai harapan manakala tidak didukung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah. Begitu juga dengan pemerintah yang menginginkan generasi emas mendatang tanpa membuat kebijakan yang mendukung sekolah dan siswa justeru akan melahirkan kecemasan. 

Meminjam istilah prinsip pembelajaran bahwa impian tersebut akan terwujud manakala melakukannya dengan prinsip berkesadaran, bermakna dan berbahagia. Artinya, mari kita renungkan bersama dengan penuh kesadaran bahwa Hari Anak Nasional bukanlah ritual sehari dimana hari berikutnya kemudian dilupakan dan bukanlah ritual perorangan tetapi seluruh elemen pendidikan dan masyarakat. Hari Anak Nasional adalah ritual sepanjang waktu yang memiliki makna untuk mewujudkan kebahagiaan bersama. 



Penulis : Moh. Lutfi
Guru Bahasa Indonesia


Rabu, 23 Juli 2025

Belajar Iklim Langsung di BMKG: Outing Class SMAS Plus Miftahul Ulum Peringati Hari Anak Nasional

Belajar Iklim Langsung di BMKG: Outing Class SMAS Plus Miftahul Ulum Peringati Hari Anak Nasional

Siswa SMAS Plus Miftahul Ulum Kunjungi BMKG Sumenep

Sumenep, 23 Juli 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, SMAS Plus Miftahul Ulum menggelar kegiatan outing class ke kantor BMKG Trunojoyo Sumenep yang berlokasi di Kalianget, Rabu pagi (23/7). Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa kelas X dan bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang materi pemanasan global yang saat ini menjadi salah satu isu lingkungan paling mendesak.

Selama kegiatan berlangsung, para siswa diajak langsung mengenal berbagai alat yang terdapat di taman alat BMKG. Mereka belajar bagaimana cuaca dan iklim diamati secara ilmiah serta memahami dampaknya terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Selain itu, siswa juga diberi wawasan tentang perubahan iklim, cuaca ekstrem, serta peran penting BMKG dalam memantau kondisi atmosfer.

Bapak Suratman, M.Pd., selaku pembimbing kegiatan menyampaikan pesan penting di akhir kunjungan. “Kegiatan ini bukan hanya untuk mengenal alat cuaca, tetapi menjadi pengingat bagi kita semua agar lebih bijak dalam kehidupan sehari-hari. Mari mulai dari hal kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, hemat energi, dan menanam pohon. Semua itu bisa mencegah pemanasan global yang makin mengancam,” tegasnya.

Salah satu peserta kegiatan, Iffatul Jannah, mengungkapkan antusiasmenya. “Saya sangat senang bisa belajar langsung di BMKG. Banyak hal baru yang saya pahami tentang perubahan iklim dan pentingnya menjaga bumi kita,” ujarnya.

Sebagai penutup kegiatan, dilakukan penyerahan cinderamata dari pihak SMA Plus Miftahul Ulum kepada Kepala BMKG Sumenep sebagai bentuk apresiasi atas sambutan dan ilmu yang telah diberikan. Momen ini menjadi penutup hangat dalam kegiatan outing class yang penuh makna tersebut.

Dengan adanya outing class ini, pihak sekolah berharap siswa dapat lebih memahami pentingnya menjaga lingkungan serta memiliki semangat belajar yang lebih luas, tidak hanya dari dalam kelas tapi juga melalui pengalaman nyata di lapangan.